Translate

Jumat, 04 Juli 2014

PROSES PEMERIKSAAN DAN UPAYA HUKUM TERHADAP TUNTUTAN PROVISIONIL






PROSES PEMERIKSAAN DAN UPAYA HUKUM 
TERHADAP TUNTUTAN PROVISIONIL DALAM

HUKUM ACARA PERDATA
 


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Pada kesempatan ini saya mengangkat sebuah judul Tugas Akhir Diploma III yaitu tentang tuntutan Provisionil dalam hukum acara perdata. Tuntutan provisionil merupakan suatu lembaga yang baru yang membuat saya penasaran akan lembaga ini, maka saya memilih untuk membahas tentang judul ini.
Apabila kita kaji secara lebih mendalam, sebenarnya tuntutan provisionil merupakan suatu lembaga baru yang muncul dalam praktik peradilan belakangan ini. Putusan provisionil adalah putusan
sementara yang dijatuhkan oleh hakim yang mendahului putusan akhir dan tidak boleh menyangkut pokok perkara. Hakim wajib mempertimbangkan gugatan provisionil dengan seksama, apakah memang perlu dilakukan suatu tindakan yang sangat mendesak untuk melindungi hak penggugat, yang apabila tidak segera dilakukan akan membawa kerugian yang lebih besar[1]

Terhadap pengertian Provisionil, maka Ny.Retnowulan Sutantio, S.H dan Iskandar Upripkartawinata, S.H menyebutkan bahwa : Putusan Provisionil adalah Putusan yang dijatuhkan sehubungan dengan tuntutan dalam pokok perkara, sementara diadakan tindakan-tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah satupihak atau kedua belah pihak.[2]

Putusan Provisionil ini tidak diatur secara tegas, akan tetapi secara selintas dan implisit. Adapun pengaturan tersebut tedapat dalam Pasal 180 ayat (1) HIR/191 ayat (1) RBg, Pasal 53 Rv/Pasal 51 BRv Belanda (Stb 1847-52 yo Stb 1849-63), Bahwa  tidak ada aturan baku dalam hukum acara perdata Indonesia yang mengatur mengenai proses pemeriksaan tuntutan provisionil. Oleh karena itu dalam praktik peradilan dikenal beberapa bentuk pemeriksaan dan kapan tuntutan provisionil itu dijatuhkan.
Dasar hukum tentang pengaturan tuntutan provisionil ini banyak ditemukan pengaturan perundang-undang baik secara tersirat maupun tersurat dalam ketentuan pasal 24 PP Nomor 9 Tahun 1975 yang perdant bunyinya dengan ketentuan pasal 77 dan 78 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jis UU Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, kemudian pada RUU tentang hukum Acara Perdata, dalam Doktrina maupun SEMA serta Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia[3].
Hakikat tuntutan Provisionil diartikan sebagai tuntutan atas perselisihan yang timbul sewaktu proses perkara sedang berjalan, yang memerlukan penanganan segera dan mendesak dari hakim atau ada suatu keadaan yang harus segera diputus oleh hakim selama proses perkara berlansung.
Dalam mengajukan tuntutan provisionil harus perhatikan ketentuan dalam Hukum beracara di depan Sidang Pengadilan Negeri.  Pada asasnya prosedur tuntutan provisionil itu adalah sama dengan mengajukan surat gugatan ke pengadilan Negeri dengan berlandaskan pada prosedur atau kompotensi pengadilan. Dan tak lupa pula harus berdasarkan hukum formil maupun hukum materiil dalam mengajukan gugatan.
Dalam tunutan provisionil tidak diatur dengan tegas dalam hum positif (HIR/Rbg), sehingga formalitasnya diserakan kepada para pihak dan kebijaksanaan hakim. Dan apabila ditinjau dari sifat hukum acara perdata tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, malah sebalinya mempunyai pengaruh positif. Sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (4) dan pasal 4 ayat (2) UU Nomor 48 tahun 2009.
Putusan provisi atau provisionele beschikking atau temporary disposal merupakan salah satu dari sejumlah jenis putusan sela. Putusan ini sifatnya memberikan jawaban atas tuntutan atau gugatan provisi, provionele vordering yang berisi tindakan sementara. Yang dimaksud dengan sementara ialah berlaku hanya sementara perkara dalam proses pengadilan hingga putusan berkekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, putusan provisionil tidak berkaitan dengan pokok perkara, dalam arti, bukan bagian dari pokok perkara. Misalnya, putusan yang memberi izin, melarang, atau memerintahkan untuk melakukan suatu tindakan yang bersifat sementara. Oleh karena itu, apabila petitum suatu gugatan atau permohonanan provisi berisi pokok perkara, hakim harus menolaknya.[4]

Apabila Hakim melihat dari esensi Surat Gugatan Provisionil tersebut sifatnya segera dan mendesak maka Hakim sebelum memeriksa pokok perkara dapat menjatuhkan “putusan Sela “. Proses penjatuhan putusan sela ini melalui tahapan jawaban ( sesuai Pasal 141 RR), kemudian replik (sesuai Pasal 142 Rv), dan Duplik (sesuai Pasal 142 Rv).[5]
Upaya hukum terhadap tuntutan provisionil terdapat beberapa tahapan upaya hukum, pada dasarnya upaya hukum dapat di bagi menjadi dua yaitu upaya hukum Biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa dibagi menjadi tiga (3)  macam yaitu Verzet/perlawanan, Banding, dan yang terakhir adalah Kasasi. Yang kedua adalah upaya hukum luar biasa (istimewa) dibagi menjadi dua yaitu Peninjauan Kembali, Derden verzet.
Terhadap upaya hukum tuntutan dan putusan provisionil apakah dapat dilakukan diajukan upaya hukum banding ? pada dasarnya, putusan provisionil hakekatnya tidak masuk dalam ruang lingkup pokok perkara walaupun harus diakui gugatan dan putusan provisi tersebut selalu berkorelasi dengan pokok perkaranya. Konkretnya, putusan provisionil bersifat “accesoir” atau “subsidair”. Apabila bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 331 Rv yang menentukan : banding terhadap putusan persiapan, putusan sela dan putusan insidentil hanya dapat dilakukan bersama-sama dengan banding terhadap putusan akhir.[6]
Dalam Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan Pengadilan Niaga hanya dapat dilakukan upaya hukum biasa berupa verzet dan kasasi, serta upaya hukum luar biasa yang dapat berupa Peninjauan Kembali. Pada PHI upaya hukum dapat dilakukan terhadap perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan antar serikat kerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Dalam praktek tuntutan Provisi kebanyakan tidak di kabulkan oleh Majelis Hakim, karna di anggap tidak begitu penting. Dalam wawancara terhadap seorang hakim, dan dia berkata bahwa sangat jarang sekali seorang hakim itu mengabulkan tuntutan Provisi karna dia berpikir bahwa tuntutan Provisi itu akan di putus bersamaan dengan putusan akhir. Kalau memang benar-benar mendesak baru  putusan tersebut di kabulkan. Putusan provisional hanya melarang tindakan hukum tertentu saja selama hakim masih memeriksa perkara dalam proses pembuktian, sampai ada putusan akhir, namun bukan diartikan sampai berkekuatan hukum tetap (inkracht)
Ada beberapa putusan yang di kelurkan oleh Mahkamah Agung mengenai tuntutan provisionil adalah dalam bentuk yurisprudensi. Yurisprudensi yang berkaitan dengan tuntutan provisionil adalaha:

a. Putusan MA RI No. 1070k /Sip / 1972, tgl. 7 Mei 1973, “Tuntutan provisionil yang tercantum dalam pasal 180 HIR hanyalah untuk memperoleh tindakan-tindakan sementara selama proses berjalan; tuntutan provisionil yang mengenai pokok perkara tidak dapat diterima “.

b. Putusan MARI No. 1400k/Sip/1974, tgl. 18 Nopember 1975, “Perbedaan hakim-hakim anggota dalam pemeriksaan tuntutan provisionil dan dalam pemeriksaan pokok perkara adalah tidak mengakibatkan batalnya seluruh putusan karena tuntutan provisionil sifatnya mempermudah pemeriksaan dalam pemutusan pokok perkara”.

c. Putusan MA RI No. 753k/ Sip/ 1973, tgl. 22 April 1975, “Keberatan yang diajukan Penggugat untuk Kasasi; bahwa Pengadilan Negeri telah menjatuhkan putusan sela yang merupakan putusan provisionil menyimpang dan melebihi dari surat gugatan, sebab tuntutan provisionil semacam itu tidak pernah diajukan oleh Penggugat asal, tidak dapat diterima karena hal  itu  menyebabkan batalnya putusan judex facti”.
d. Putusan MA RI No. 279k/Sip/1976, tgl. 5 Juli 1976, “Permohonan provisi seharusnya bertujuan agar ada tindakan hakim yang mengenai pokok perkara; permohonan provisi yang berisikan pokok perkara harus ditolak.[7]
Dalam mengajukan upaya hukum verzet /perlawanan ini maka haruslah  dilakukan oleh pihak yang dijatuhkan putusan verstek atau pihak-pihak dalam perkara. Tidaklah diperkenankan, menurut pandangan Mahkamah Agung RI apa bila perawanan dilakukan oleh pihak yang tidak dijatuhkan putusan verstek. Misalnya, tidaklah dibenarkan apabila upaya hukum perlawanan dilakukan oleh pihak ketiga sebagaimana ditegaskan oleh putusan Mahkamah Agung RI Nomor 524 K/ Sip / 1975 tanggal 7 Februari 1980.[8]
Tenggang waktu mengajukan perlawanan menurut pasal 129 ayat (1)  HIR, pasal 153 ayat (1) Rbg. Yaitu dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak putusan verstek diberitahukan kepada tergugat secara sah.
Bagaimanakah sebaiknya pemeriksaan tuntutan provisionil sebagai ius constituendum apakah perlu diatur dalam lembaga tersendiri ataukah tidak ? Menurut kajian kepustakaan dalam lalu lintas hukum dewasa ini banyak kepentingan hukum yang sangat mendesak dan memerlukan penanganan sangat segera, mendesak serta seketika dari hakim perdata.       
Aspek ini dikarenakan adanya proses melalui acara yang berlaku di dalam hukum acara perdata. Mungkin, relatif lebih baik mengikuti draf ketentuan Pasal 75 huruf d dan Pasal 137 RUU Hukum Acara Perdata.[9]

B.            Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis mengambil pembahasan yang terkait dengan tuntutan provisionil yaitu:

1.    Bagaimanakah Undang Undang mengatur tentang cara pengajuan Tuntutan Provisionil.?
2.    Bagaimana syarat-syarat pengajuan dan proses pemeriksaan Tuntutan Provisionil ?
3.    Bagaimana upaya hukum terhadap ditolaknya Tuntutan Provisionil.?

C.           Maksud dan Tujuan Penelitian

3.1.        Maksud Penelitian
 Maksud dari penelitian ini adalah sebagai bahan belajar untuk:
a.         Untuk mengetahui bagaimana undang-undang mengatur tentang cara pengajuan tuntutan provisionil.
b.        Untuk mengetahui Bagaimana syarat-syarat pengajuan dan proses pemeriksaan  tuntutan provisionil ?
c.         Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum terhadap tuntutan Provisionil.
d.        Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan di Akademi Litigasi Indonesia  dengan membuat laporan penelitian secara ilmiah dan sistematis.

3.2.        Tujuan Penelitian
Penulis dapat membagi beberapa tujuan penelitian yaitu:
a.    Tujuan Fungsional
1). Agar hasil dari penelitian dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh instansi/lembaga khususnya dalam Perdilan Umum, sebagai referensi dasar untuk mengambil kebijakan/keputusan yang berhubungan dengan Tuntutan Provisionil.
2). Untuk mengetahui proses pengajuan tuntutan provisionil dan langkah- langkah pengajuannya.
     3. Untuk mengetahui Syarat-syarat apa saja yang di perlukan untuk mengajukan tuntutan     provisionil.

b.    Tujuan Individual
Tujuan Individual adalah untuk menambah ilmu pengetahuan, pengalaman, pengenalan dan pengamatan sebuah sistem hukum di indonesia khususnya dalam bidang perdata mengenai judul yang sedang penulis kembangkan, dengan menggunakan penelitian-penelitian di lapangan berupa wawancara dan pengumpulan data serta praktek-praktek yang dilakukan.
  
D.           Kerangka Teoritis

1.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.[10]
2.    SEMA 4/1965, SEMA 16/1969, SEMA 3/1971, SEMA 3/1978, SEMA 3/2000, SEMA 4/2001
3.    Pasal 180 ayat (1) HIR dan pasal 191 ayat (1) RBg.
4.    pasal 24 PP Nomor 9 Tahun 1975
5.    Pasal 75 d dan pasal 137 RUU Hukum Acara Perdata
6.    Putusan MA RI No. 1070k /Sip / 1972, tgl. 7 Mei 1973
7.    Putusan MA RI No. 1070K/Sip/1972 tanggal 7 Mei 1973.
8.    Putusan MA RI No. 279 K/Sip/1976 tanggal 5 Juli 1977.


E.            Metode Penulisan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif
1.    Penelitian hukum normatif
Yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai satuan sistem norma, sistem norma yang dimaksud adalah mengenai jasa-jasa norma kaedah dari perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (pendapat dari para ahli).
2.    Penelitian hukum yuridis
Yaitu dengan membaca buku-buku, literatur, koran, serta bahan-bahan pelajaran dalam kuliah yang diberikan oleh dosen, khusunya yang berkaitan dengan objek penelitian
F.            Sistimatika Penulisan

Untuk mempermudah menyimak penyusunan laporan penelitian ini, maka penulis menguraikan sitimatika penulisan sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN
 Menguraikan tentang latar belakang masalah yang dibahas dalam penulisan Tugas Akhir ini, serta identifikasi masalah yang mau dibahas, mengenai masalah masalah apa saja yang mau dibahs dalam penulisan ini, maksud dan tujuan penulisan, kerangka teoritis membahas mengenai teori teori yang dipergunakan sebagai acuan dalam penulisan ini, dan dasar hukum, selanjutnya adalah metode penulisan ini berbicara mengenai tahapan dalam mendapat informasi, seperti pengumpulan data dari perpustakaan, wawancara serta penelitian lapangan, dan sistimatika penulisan beisi mengenai sistim penulisan yang di mulai dari bab 1 pendahuluan, bab 2 pembahasan, bab 3 analisa, bab 4 penutup.
BAB II. PEMBAHASAN
Pembahasan menguraikan tentang obyek penelitian mengenai tuntutan Provisionil dalam hukum Acara Perdata, dasar hukum meliputi pasal 180 ayat 1 HIR dan pasal 191 ayat 1 Rbg. Data sekunder di peroleh dari perpustakaan dan buku-buku mengenai permasalahan yang di bahas serta putusan-putusan Pengadilan. Surat keputusan pengadilan Nomor 146/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST, data primer di peroleh dari wawancara dengan petugas pengadilan.
BAB III ANALISA
Analisa menguraikan tentang kasus yang didapat dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang berupa surat putusan Pengadilan. Menjawab penyelesaian identifikasi masalah melalui wawancara yang di peroleh dari pegawai atau petugas Pengadilan mengenai kasus yang di angkat dalam penulisan ini, dan data dari perpustakaan, serta buku-buku. Hipotesa Akhir membahas mengenai pendapat kita tentang kasus yang di bahas dilihat dari sudut pandang teori yaitu berupa buku-buku dan praktek berupa wawancara, apakah sesuia atau berbeda.
BAB IV PENUTUP
Penutup menguraikan tentang kesimpulan dari hasil hasil penelitian yang membahas mengenai Identifikasi Masalah serta saran saran yang merujuk kepada hal yang lebih sempurna dari masalah masalah dalam penulisan ini.



BAB II
PEMBAHASAN

A.           Obyek Penelitian
Dari judul yang telah penuli kembang mengenai PROSES PEMERIKSAAN DAN UPAYA HUKUM TERHADAP TUNTUTAN PROVISIONIL DALAM HUKUM ACARA PERDATA, maka obyek penelitiannya adalah mengenai PEMERIKSAAN DAN UPAYA HUKUM TUNTUTAN PROVISI.

B.            Dasar Hukum
Pasal 180 ayat (1) HIR/Pasal 191 ayat (1) Rbg.
Pasal 53 Rv/Pasal 51 BRv Belanda.
Pasal 75 butir d dan pasal 137 RUU Hukum Acara Perdata.
Putusan MA RI No. 1070K/Sip/1972 tanggal 7 Mei 1973.
Putusan MA RI No. 279 K/Sip/1976 tanggal 5 Juli 1977.
Dasar hukum pasal 180 ayat (1) HIR/pasal 191 ayat (1) Rbg. “ Pengadilan Negeri dapat memerintahkan supaya putusan dijalankan terlebih dahulu walaupun ada perlawanan atau banding, jika ada surat yang sah atau sehelai tulisan yang menurut aturan tentang hal ini berkekuatan sebagai alat bukti, atau jika keputusan hukuman terlebih dahulu dengan keputusan hakim yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau jikalau dikabulkan tuntutan sementara.
Ketentuan Pasal 53 Rv/Pasal 51 BRv Belanda menyebutkan: jika ada suatu tuntutan Provisiol/Provisi dan perkara tersebut siap diputus dalam pokok perkara maupun dalam provisi maka terhadap hal itu hakim menjatuhkan satu putusan.
Pasal 75 butir d RUU Hukum Acara Perdata menentukan bahwa: Segala sengketa Perdata dimana kepentingan para pihak membutuhkan tindakan sementara dengan segera, dan yang menimbulkan bagi pihak berperkara yang berkepentingan bila diperiksa dengan acara biasa.
Putusan MA RI No. 1070 K/Sip/1972 tanggal 7 Mei 1973.  Tuntutan Provisionil yang tercantum dalam pasal 180 HIR hanayalah untuk memperoleh tinakan-tindakan sementara selama proses berjalan; tuntutan provisionil yang mengenai pokok perkara (bodem geschil) tidak dapat diterima.”
Putusan MA RI No. 279 K/Sip/1976 tanggal 5 Juli 1977:  Permohonan Provisi seharusnya bertujuan agar ada tindakan hakim yang tidak mengenai pokok perkara; permohonan provisi yang berisikan pokok perkara harus ditolak.

C.           Data Skunder
Terhadap pengertian Provisionil, maka Ny.Retnowulan Sutantio, S.H dan Iskandar Upripkartawinata, S.H menyebutkan bahwa : Putusan Provisionil adalah Putusan yang dijatuhkan sehubungan dengan tuntutan dalam pokok perkara, sementara diadakan tindakan-tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah satupihak atau kedua belah pihak. Putusan semacam ini banyak dipergunakan dalam acara singkat dan dijatuhkan oleh karena segera harus diambil tindakan.[11]
Dalam mengajukan tuntutan provisionil harus perhatikan ketentuan dalam Hukum beracara di depan Sidang Pengadilan Negeri.  Pada asasnya prosedur tuntutan provisionil itu adalah sama dengan mengajukan surat gugatan ke pengadilan Negeri dengan berlandaskan pada prosedur atau kompotensi pengadilan. Dan tak lupa pula harus berdasarkan hukum syarat formal atau maupun hukum materiil dalam mengajukan gugatan.
Putusan provisi atau provisionele beschikking atau temporary disposal merupakan salah satu dari sejumlah jenis putusan sela. Putusan ini sifatnya memberikan jawaban atas tuntutan atau gugatan provisi, provionele vordering yang berisi tindakan sementara. Yang dimaksud dengan sementara ialah berlaku hanya sementara perkara dalam proses pengadilan hingga putusan berkekuatan hukum tetap.
Mengenai proses pemeriksaan tuntutan provisionil yang biasa terjadi dalam praktik pada dasarnya dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) formulasi pemeriksaan, yaitu:
a.    Apabila hakim melihat dari esensi surat gugatan provisionil tersebut sifatnya mendesak dan segera maka hakim sebelum memeriksa pokok perkara dapat menjatuhkan “Putusan Sela” terlebih dahulu.
b.    Apabila Majelis Hakim berpendapat bahwa mengenai tuntutan Provisionil pada hakekatnya tidak bersifat mendesak dan segera atau Majelis Hakim beranggapan bahwa tuntutan Provisionil tersebut bar dapat diputus bersama-sama dengan pemeriksaan pokok perkara, maka Majelis Hakim menjatuhkan “Putusan Sela” akan tetapi dengan amar  menangguhkan tuntutan provisionil tersebut.
c.    Bahwa tuntutan provisionil oleh majelis hakim tidak diputus denga “Putusan Sela” akan tetapi di pertimbangkan secara selintas bersama-sama dengan pertimbangan pokok perkara.[12]
Upaya hukum terhadap tuntutan provisionil terdapat beberapa tahapan upaya hukum, pada dasarnya upaya hukum dapat di bagi menjadi dua yaitu upaya hukum Biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa dibagi menjadi tiga (3)  macam yaitu Verzet/perlawanan, Banding, dan yang terakhir adalah Kasasi. Yang kedua adalah upaya hukum luar biasa (istimewa) dibagi menjadi dua yaitu Peninjauan Kembali, Derden verzet.
Terhadap upaya hukum tuntutan dan putusan provisionil apakah dapat dilakukan diajukan upaya hukum banding ? pada dasarnya, putusan provisionil hakekatnya tidak masuk dalam ruang lingkup pokok perkara walaupun harus diakui gugatan dan putusan provisi tersebut selalu berkorelasi dengan pokok perkaranya. Konkretnya, putusan provisionil bersifat “accesoir” atau “subsidair”. Apabila bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 331 Rv yang menentukan : banding terhadap putusan persiapan, putusan sela dan putusan insidentil hanya dapat dilakukan bersama-sama dengan banding terhadap putusan akhir.[13]
Sebagai salah satu dasar untuk dapat mengabulkan putusan dengan ketentuan-ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, oleh pasal 180 H.I.R. disebut adanya penghukuman sebelumnya dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagaimana diketehui, oleh karena pengertian “penghukuman” terletak dalam hukum acara perdata dan hukum acara pidana, sedangkan pasal 180 (1). H.I.R. tidak memberi penjelasan lebih lanjut mengenai “penghukuman” yang bagaimana, maka perlu diselidiki lebih lanjut. Dapatkah suatu penghukuman berdasarkan suatu perkara Pidana yang sudah mempunyai kekeuatan hukum tetap dipergunakan sebagai dasar untuk memberi Putusan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu  ? pada pasal 1918 B.W. berbunyi: satu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, dengan mana seseorang telah dijatuhkan hukuman karena suatu kejahatan maupun pelanggaran, di dalam suatu perkara perdata dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat di buktikan sebaliknya.[14]

D.           Data Primer

Data primer dalam laporan penelitian ini, diperoleh melalui penelitian lansung ke lapangan yang berhubungn dengan tuntutan provisionil.
Surat dari Direktur Akademi Litigasi Indonesia (ALTRI) Pengayoman
Nomor Surat      : 90 / M / V / 2014
Tanggal Surat    : 08 Mei 2014
Ditujukan Kepada         : Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Jl. Gajah Mada No. 17 Jakarta Pusat.   ( Lampiran 1).
Berdasarkan Surat Keterangan No W10.U2.25.PMH.V.2014.05 Tanggal 28 Mei 2014, dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa SAIFUL BUAMONA/2112061 (penulis), dari Akademi Litigasi Indonesia (ALTRI) Pengayoman, benar telah datang ke Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melakukan penelitian dalam rangka mengumpulkan data-data dan wawancara Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai penulisan Tugas Akhir dengan judul “ PROSES PEMERIKSAAN DAN UPAYA HUKUM TERHADAP TUNTUTAN PROVISIONIL DALAM HUKUM ACARA PERDATA”.    ( Lampiran 2 )

Dalam bentuk wawancara bersama Bapak  A. IRFIR ROCHMAN. (Hakim Pengadilan Negeri Bogor), yang dilakukan pada tanggal 06 Juni 2014. ( Lampiran 3 )

Berdasarkan data yang didapat dari lapangan yaitu berupa wawancara dengan Narasumber mengenai judul Tugas Akhir yang Penulis teliti sebagai berikut:
Penulis: Bagaimanakah Undang-Undang mengatur tentang cara pengajuan Tuntutan Provisionil ?
Hakim: cara pengajuannya harus sesuia dengan hukum formil. Yaitu sesuai dengan hukum beracara.
Penulis:  bagaimakah syarat-syarat pengajuan Tuntutan Provisi ?
Hakim: syarat-syaratnya sama dengan pengajuan surat gugatan biasa, yaitu sesuai dengan hukum Formil.
Penulis: apakah bisa diajukan setelah surat gugatan diajukan ?
Hakim: biasanya diajukan bersamaan dengan surat gugatan.
Penuli: bagaimana Proses Pemeriksaannya ?
Hakim: pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan perkara. Tuntutan Provisi merupakan suatu tindakan yang sangat segera untuk ditindak lanjuti, maka hakim harus melihat dari esensi surat gugatan Provisi itu.
Penulis: apakah semua tuntutan Provisionil akan dikabulkan ?
Hakim: tidak semua tuntutan Provisionil dikabulkan oleh hakim, bahkan jarang sekali hakim meengabulkan tuntutan Provisi.
Penulis: apa alasannya hakim tidak mengabulkan tuntutan Provisi, bukannya sangat perlu untuk dilaksanakan ?
Hakim: memang, tapi menurut hakim ketika tuntutan yang diajukan Penggugat dikabulkan, terus setelah putusan akhir ternyata Tergugat yang menang, maka putusn Provisi itu sia-sia atau (mubajir). Dan saya sendiri selama di PN Bogor jarang sekali hakim mengabulkan Tuntutan Provisi.
Penulis: bagaimana upaya hukum kalau Tuntutan Provisinionil ditolak ?
Hakim: kalau ditolak, maka diajukan Banding. Dan Banding sendiri diajukan bersamaan dengan pokok perkara.


BAB III

ANALISA

A.           Kasus
Berdasarkan Putusan Nomor 146/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST. pengadilan Negeri Jakarta Pusat memeriksa dan mengadili perkara Perdata dalam tingkat pertama telah mnjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara:..................................................................
- SALIM LIZAL,Pekerjaan Wiraswasta, bertempat tinggal di Komplek     Greenville Blok AG No 7-8 Tomang, Jakarta Barat, dalam hal ini memberikan Kuasa Khusus kepada M. ARSYAT GAFAR, SH., Magafar Lawyer & Rekan Advokat, Pengacara Peradi Jakarta, beralamat dijalan garuda 3 no. 41 Komp. Inkopol, jaka sampurna Bekasi Barat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 25 Maret 2010, untuk selanjutnya disebut sebagai ..................................................PENGGUGAT
LAWAN :
-       HEDYWATI WIDJAJA MUDITA,  Jenis Kelamin Perempuan, Pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di jalan Am sangadji No.36-A, Petejo Utara, Jakarta Pusat, untuk selanjutnya disebut sebagai;...................................................................TERGUGAT – I
-       SURYA KHAWAN WIDJAJA,  
Jenis Kelamin Laki-laki, Pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di jalan Turi No 3, Rt 014/Rw. 003, Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat, untuk selanjutnya disebut sebagai ...............................................TERGUGAT –II
-       SURYA HEMAN WIDJAJA, Jenis Kelamain Laki- laki, Pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di jalan kav. DKI Blok 64 No 19, Meruya Utara, Jakarta Barat, untuk selanjutnya disebut sebagai ..............................................................................TERGUGAT –III
Pengadilan Negeri tersebut ;.......................................................... 
Telah membaca berkas perkara, surat-surat bukti yng bersangkutan dengan perkara ini ; ................................................
Telah mendengar keterangan yang berperkara ; ..........................
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 25 Maret 2010, yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30 Maret di bawah Nomor : 146/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST. telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1.             Bahwa pada tanggal 24 November 2006, Penggugat telah membuat perjanjian kerjasama dengan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III tersebut yang dituangkan dalam perjanjian tertulis dibawah tangan dan materai yang cukup dan didaftarkan di notaris Zainal Abidin SH, yang isinya adalah tentang penyelesaian sengket waris ;.....................
2.             Bahwa setelah pekerjaan Penggugat slesai dan Putusan Hakim sudah berkekuatan tetap sebagaimana yang tertuang dalam Pengadilan Tinggi DKI No. 424/Pdt/2007/PT.DKI (bukt P@2 dan P3) namun para Terugat tidak melaksanakan pembayaran hak-hak Penggugat berupa honorium/imbalan jasa/upah sebesar 12 % dari harga rumah sengketa tersebut sebagaimana yang di perjanjikan ;......
3.             Bahwa walaupun pembayaran kepada Penggugat digantungkan kepada penjualan objek sengketa, akan tetapi karena itikad baik, Penggugat bersedia ikut menawarkan kepada calon pembeli rumah itu, dan Penggugat berhasil mendapatkan calon Pembeli dengan penawaran sebesar Rp 10.190.000.000,- (bukti P4)
4.             Bahwa kemudian harga penawaran itu Penggugat sampaikan kepada Tergugat, akan tetapi para tergugat keberatan dan minta agar harga tersebut dinaikkan ;
5.             Bahwa perjanjian yang dibuat antara Penggugat dengan para Tergugat pada tanggal 24 November 2004 (bukti P-1) telah memenuhi ketentuan pasal 1320 KUHPerdata sehingga berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.
6.             Bahwa untuk menjamin agar Penggugat tidak dirugikan dan Putusan Pengadilan dapat dilaksanakan, maka Penggugat mohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meletakkan sita jaminan atas rumah dan tanah obyek sengketa yang terletak di jl. Sangadji No. 36-A Petejo Utara, Gambir Jakarta Pusat. Sedangkan kepada Penggugat harus diberikan hak mendahu untuk menerima pembayaran berupa honorium/imbalan balas jasa/upah sebesar 12% dari hasil penjualan obyek sengketa.;........................................
7.             Bahwa karena bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat dalam gugatan ini sangat kuat, maka mohon agar putusan hakim dalam perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya Banding, Kasasi atau PK.
Bahwa bedasarkan alasan yang Penggugat sampaikan tersebut diatas, maka mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan sebagai berikut :...............................
Primair: -------------------------------------------------------------------------
I.              Dalam Provisi : -----------------------------------------------------
1.    Mengabulkan permohonan sita jaminan dan menyatakan sah dan berharga terhadap sita jaminan atas tanah berikut bangunan yang ada diatasnya sebagaimana yang tercantum dalam sertifikat HGB No. 3368 seluas 1038 m2 yang terletak di jl. Sangadji No. 36-A Petejo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.
2.    Memerintahkan kepada Badan Pertanahan Nasional Jakarta untuk mencegah pengalihan hak dalam bentuk apapun atas tanah dan bangunan tersebut sebelum adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara ini. ;-------------
II.      Dalam Pokok perkara: -----------------------------------------------
1.    Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. ;............
2.    Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III telah melakukan wanprestasi (ingkar janji) kepada Penggugat.;......
3.    Menghukum para Tergugat tersebut untuk menjual obyek sengketa secara lelang. ;............................................................
4.    Menetapkan Penggugat berhak mengambil sebesar 12 % dari hasil lelang obyek sengketa terlebih dahulu untuk memenuhi perjanjian tanggal 24 November 2006 sebelum membagikan sisanya sebesar 88 % kepada para ahli waris yng berhak. ;
5.    Memerintahkan agar putusan ini dijalankan terlabih dahulu (serta merta) walaupun ada upaya Banding, Kasasi dan PK. ;
6.    Membebankan biaya perkara ini kepada para Tergugat. ;
Subsidair : ----------------------------------------------------------------------
Mohon agar Majelis Hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ) ; -----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa atas gugatan tersebut tergugat telah mengajukan jawabannya tertanggal 22 Juli 2010 yang pada pokoknya sebagai berikut : ---------
I.              DALAM POKOK PERKARA ;---------------------------------
DALAM KONVENSI
1.             Bahwa benar pada tanggal 24 November 2006, Penggugat telah membuat perjanjian kerja sama dengan Tergugat I, Tergugat II, Terguat III tersebut yang diituangkan dalam perjanjian tertulis dibawah tangan dan materai yang cukup dan didaftarkan di Notaris Zainal Abidin, SH yang isinya dalah tentang penyelesaian sengketa.
2.             Bahwa benar putusan Hakim sudah berkekuatan hukum tetap sebagaimana yang tertuang dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI No. 424/Pdt/2007/PT.DKI. ;
3.             Bahwa jika Penggugat melihat dan membaca isi perjanjian antara Penggugat dengan para Tergugat tanggal 24 November 2006 tersebut banyak ketentuan pasal-pasal dari perjanjian tanggal 24 November 2006 telah dilanggar oleh Penggugat, banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi atau Pengugat tidak melaksanakan isi Perjanjian tanggal 24 November 2006 sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang diatur dalam perjanjian terssebut antara lain adalah ; ----
-       Pada pasal I dapat ditafsirkan pihak kedua diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa sampai selesai.
-       Isi pasal II adalah : --------------------------------------------------
“ perjanjian ini terikat dengan Surat Kuasa No. 080/JF/XI/2006 tanggal 27 November 2006 kepada JOSEFERRY SH & REKAN, “ ;
-       Bahwa pada pasal III,, seharusnya biaya dikeluarkan dalam menangani sengketa waris ini ditanggung seluruhnya oleh Penggugat.


II.           DALAM REKONVENSI ; ---------------------------------------
1.    Bahwa semua dalil-dalil dalam pokok perkara dalam kenpensi diatas mohon juga dianggap termasuk dalam rekonpensi ini ; --------------------
2.    Bahwa perjanjian yang dibuat antara Tergugat Rekonpensi/Penggugat dengan Para Penggugat Rekonpensi/para Tergugat pada tanggal 24 november 2006 telah banyak dilanggar oleh Tergugat Rekonpensi/Penggugat.
3.    Bahwa agar Tergugat Rekonpensi mematuhi putusan perkara ini, Penggugat Rekonpensi mohon untuk menjatuhkan hukuman uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah) setiap harinya apabila Tergugat Rekonpensi lalai dan tidak mentaati putusan tersebut. ;
Maka berdasarkan fakta-fakta hukum yang diuraikan diatas, Tergugat I, II dan III, mohon kehadapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Cq. Majelis Hakim yang memeriksa perkara aquo untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini sebagai berikut : --------------------
I.               DALAM PROVISI
1.    Menolak Tuntutan Provisi Penggugat untuk seluruhnya ;
II.           Dalam Pokok Perkara: -----------------------------------------------
DALAM KONVENSI ; -------------------------------------------------------
1.    Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya. ; --------------
2.    Membebankan biaya perkara ini kepada Penggugat. ; ---------
III.        DALAM REKONVENSI
1.    Mengabulkan Gugatan Penggugat Rekonpensi untuk seluruhnya. ;
2.    Menyatakan Tergugat Rekonpensi adalah Tergugat Rekonpensi yang tidak beritikad baik;......................................
3.    Menyatakan Tergugat Rekonpensi telah melakukan Wanprestasi;.....
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
DALAM PROVISI :----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Provisi Penggugat adalah sebagaimana dimaksud dimuka ;------------------------------------
Menimbang, bahwa gugatan Provisi sesuai dengan hukum acara perdata yang berlaku (HIR) adalah berupa putusan sementara dari Pengadilan Negeri agar Tergugat diperintahkan untuk melakukan atau tidak  melakukan perbuatan tertentu sampai dengan adanya putusan akhir agar Penggugat tiddak terlalu dirugikan nantinya apabila gugatannya dimenangkan oleh Pengadilan tapi dengan materi putusan tidak boleh mengenai pokok perkaranya ;-----------------------------------
DALAM POKOK PERKARA ;--------------------------------------------
DALAM KONPENSI ;-------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana dimaksud dimuka ;---------------------------------
Menimbang, bahwa Para Tergugat menyangkal kebenaran gugatan Penggugat, maka berdasarkan ketentan Pasal 163 HIR Penggugat berkewajiban untuk membuktikan kebenaran dalil gugatannya ;---------------
DALAM REKONPENSI ;---------------------------------------------------
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat Rekonpensi adalah sebagaimana dimaksud dimuka ; ---------------------
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat putusan ini segala sesuatu yang telah dipertimbangkan dalam gugatan Konpensi mohon diambil alih dan dianggap pula sebagai pertimbangan dalam gugatan Rekonpensi ini ;-----------------------------------------------------------------
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI ;---------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena pada dasarnya pihak Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi sebagai pihak yang dikalahkan, maka pada pihak Peggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi yang wajib dihukum untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini yang besarnya tersebut dalam amar putusan ini ; ----------------------
Mengingat, dan memperhatikan Pasal-Pasal HIR dan KUHPerdata dan Ketentuan-Ketentuan lainnya yang bersangkutan dalam perkara ini ; -------------------------------------------------------------
MENGADILI
DALAM PROVISI ;----------------------------------------------------------
-       Menolak Provisi Penggugat ; -----------------------------------
DALAM POKOK PERKARA ; ---------------------------------------------
DALAM KONPENSI ; ------------------------------------------------------
-       Menolak gugatan Penggugat Konpensi seluruhnya ; --------
DALAM REKONPENSI ; --------------------------------------------------
-       Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi seluruhnya ; --------
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI ; ---------------------------
-       Menghukum Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini yang hingga kini ditaksir /diperhitungkan sebesar Rp. 461.000,- (empat ratus enam puluh ribu rupiah) ; ---------------

Demikia diputuskan dalam Rapat Perusawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari : KAMIS, TANGGAL 14 OKTOBER 2010, oleh kami : BAYU ISDIYATMOKO, SH. Selaku Ketua Majelis, ACHMAD RIVAI, SH. Dan Dr. MARSUDIN NAINGGOLAN, SH. MH. Masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan pada Persidangan yang terbuka untuk umum oleh Majelis tersebut, pada hari RABU TANGGAL 27 OKTOBER 2010, dengan dibantu Panitera Pengganti HJ. MULYATININGSIH SH. MH,  dihadapan Kuasa Hukum Kedua Belah Pihak ; ----------------------------------------------------------------------------------  ( lampiran 4).

B.            Penyelesaian Identifikasi Masalah
Dalam penyelesaian Identifikasi Masalah, maka penulis akan menggunakan data yang didapat dari wawancara dan tinjauan kepustakaan yaitu berupa Data Skunder dan Data Primer.
1.Bagaimana Undang-Undang mengatur tentang cara pengajuan Tuntutan Provisionil ?
Tentang dasar hukum pengeturan tuntutan Provisionil ini banyak ditemukan dalam perundang-undangan baik secara tersirat maupun tersurat seperti dalam ketentuan Pasal 180 HIR ayat (1)/191 ayat (1) Rbg.
Kalau ditinjau dari segi sifat Hukum Acara Perdata khususnya tidak bertentangan dengan peraturan perundangan, malahan mempunyai dampak positif yakni sesuai dengan asas peradilan yang dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana ditentukan ketentuan pasal 2 ayat (4) dan pasal 4 ayat (2) UU Nomor 48 tahun 2009. Terhadap aspek ini lebih lanjut I Wayan Sosiawan,  hakim pada PN Jakarta Timur menyatakan: Mengenai prosedur dan syarat-syarat mengajukan tuntutan provisionil tersebut tidak ada ketentuan secara limitatif yang mengatur cara mengajukannya ke Pengadilan Negeri yang berwenang untuk itu. Praktik Peradilan hanya mengacu dan mengikuti formalitas gugatan seperti ketentuan yang diatur dalam pasal 8 ayat 3. Rv (Stb, 1847-52), maka dengan demikian masalah foralitas gugatan dianggap sudah terpenuhi sedangkan mengenai ditolak ataukah dikabulkan tuntutan provisionil bersangkutan kini bergantung adanay bukti yang ada, juga bergantung relevansinya apakah bersifat sangat mendesak dan segera.
Cara pengajuannya sesuai dengan pengajuan surat gugatan yaitu sesuai dengan hukum formil.

2.    Bagaimana syarat-syarat pengajuan dan proses pemeriksaan tuntutan Provisionil ?

a.             Syarat-syarat pengajuan tuntutan provisionil.
Syarat-syarat pengajuan Tuntutan Provisionil sama dengan cara pengajuan surat gugatan perkara yaitu harus sesuai dengan hukum formil. Pada asasnya prosedur mengajukan tuntutan provisionil itu adalah sama dengan mengajukan suatu surat gugatan ke Pengadilan Negeri dengan tetap berlandaskan kepada kompensi Pengadilan. Selain berlandaskan kepada kompetesi Pengadilan maka surat gugatan tersebut juga tetap bertitik tolak kepada syarat formal maupun materiil/substansial.
Untuk mengajukan tuntutan Provisionil ke Pengadilan Negeri yaitu berdasarkan pada prosedur mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri pada umumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk mengajukan tuntutan Provisionil tidak ada acara yang sifatnya khusus didalamnya dan praktik hanya mengenai tuntutan provisionil menyatu dalam petitum surat gugatan yang diajukan oleh Penggugat/kuasanya kepada pihak Tergugat dan biasanya melalui komulasi petitum gugatan seperti, “Dalam Provisi”, “Dalam Konvensi”, dan lainnya.

a.    Proses pemeriksaan tuntutan provisionil.
Mengenai proses pemeriksaan tutntutan provisisonil yang biasa terjadi dalam praktik pada dasarnya dapat di kategorisasikan kedalam 3 (tiga) formulasi pemeriksaan yaitu:
1.    Apabila hakim melihat dari esensi surat guagatan provisionil tersebut sifatnya segera dan mendesak maka hakim sebelum memeriksa pokok perkara dapat menjatuhkan “putusan sela” terlebih dahulu.
Proses penjatuhan putusan sela ini melalui tahap jawaban (sesuai pasal 141 RR), kemudian replik 9sesuai pasal 142 Rv) dan duplik 9sesuai pasal 142 Rv). Tegasnya, mengenai tuntutan provisionil yang di putus dengan “putusan sela” bukanlah berarti tuntutan tersebut dipenuhi oleh Majelis Hakim. Apabila suatu tuntutan provisionil diputus dengan “Putusan Sela” akan tetapi dalam amarnya Majelis menolak, secara tidak lansung Majelis Hakim berlandaskan kepada pasal 4 Rv dan demi untuk memenuhi ketentuan pasala 178 HIR.
2.    Apabila Majelis Hakim berpendapat bahwa mengenai tuntutan provisionil tersebut pada hakikatnya tidak segera dan mendesak atau Majelis Hakim beranggapan bahwa tuntutan provisionil tersebut baru dapat diputus bersama-sama dengan pemeriksaan pokok perkara, maka Majelis Hakim tetap menjatuhkan “Putusan Sela” akan tetapi dengan amar menangguhkan tuntutan provisionil tersebut dan akan dipertimbangkan bersama-sama perimbangan putusan akhir.
3.    Bahwa tuntutan provisionil oleh Majelis hakim tidak diputus dengan “Putusan Sela” akan tetapi dipertimbangkan secara selintas bersama-sama dengan pertimbangan pokok perkara. Terhadap formulasi ketiga ini biasanya dalam amar putusan dipertimbangkan sebagai “Dalam Provisi”, kemudian “Dalam Konvensi” dan “Dalam Rekonvensi”.

3.    Bagaiman upaya hukum terhadap ditolaknya tuntutan provisionil ?
Upaya hukum terhadap ditolaknya tuntutan provisionil dilakukan bersamaan dengan perkara pokok, artinya di ajukan banding bersamaan denga pokok perkara.
Mengenai upaya  hukum yang dapat dilakukan oleh penggugat terhadap tuntutan provisionil dimana tuntutan tersebut diputus oleh hakim yang mengaadili perkara dengan melalui “Putusan Sela” maupun “Putusan akhir” . pada dasarnya upaya hukum dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam dalam perkara perdata yaitu:
a). Upaya Hukum Biasa; dan
b). Upaya Hukum Luar Biasa (Istimewa)
1). UPAYA HUKUM BIASA
Terhadap upaya hukum biasa ini dalam praktik hukum perdata terdiri dari 3 (tiga) macam yakni;
(a). Perlawanan.
Dalam mengajukan upaya hukum perlawanan ini maka haruslah dilakukan oleh pihak yang dijatuhkan putusan verstek atau pihak-pihak dalam perkara.
(b). Banding.
Peradilan tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi yang merupakan peradilan “ulangan” atau “revisi” dari putusan Pengadilan Negeri.
(c). Kasasi.
Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan pengadilan terdahulu dan ini meruakan Peradilan terakkhir.

2). UPAYA HUKUM LUAR BIASA (ISTIMEWA)
a). Peninjauan Kembali.
Upaya peninjauan kembali (request civil) merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), mentak kembali. Pada prinsipnya peninjauan kembali tidak menangguhkan eksekusi dan peninjauan kembali ini harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seoarang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (pasal 68 Undang-undang No. 14 Tahun 1985) kemudian permohonan peninjauan kembali diajukan ke Mahkamah Agung  melalu ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.

C.           Hipotesa
Berdasarkan teori dan Praktek yang terjadi di Pengadilan mengenai tuntutan provisionil banyak terdapat kesamaan antar teori dan praktek. Mulai dari proses pengajuannya sampai dengan pemeriksaannya di pengadilan. Pemeriksaan tuntutan provisionil sama dengan pemeriksaan surat gugatan, hanya saja terdapat perbedaan dalam putusan yaitu tuntutan provisionil di putus dalam putusan sela, sedangkan surat gugatan diputus pada putusan akhir.
Pengajuannya berdasarkan syarat formal maupun materiil. Dan pemeriksaannya pun sama dengan pemeriksaan pada surat gugatan. Tuntutan provisionil harus selesai dan terlaksana secepat mungkin, dan hal tersebut berlansung sebelum pemeriksaan pokok perkara dan hakim lebih mendahulukan memeriksa tuntutan provisionil tersebut.
Tuntutan provisi merupakan suatu tindakan yang harus diambil oleh hakim dalam menangani suatu perkara, karna merupakan sesuatu yang sangat mendesak dan segera di tangani oleh hakim. Dalam praktek Pengadilan terdapat banyak sekali hakim tidak memutuskan atau tidak mengabulkan tuntutan provisionil yang diajukan penggugat, karna menurut hakim akan sia-sia kalau pada akhirnya yang menang dalam perkara tersebut adalah Tergugat.  Dan tuntutan provisi harus dilihat dari berbagai aspek, seperti:
a.       harus dilihat dari esensi surat gugatan, apakah sifatnya mendesak dan segera atau tidak. Dan diperiksa terlebih dahulu sebelum memeriksa pokok perkara.
b.      Majelis hakim mempunyai anggapan lain bahwa tutntutan provisi ini akan di putus bersamaan dengan pokok perkara. Dan boleh menjatuhkan putusan sela terlebih dahulu dengan amar menangguhkan tuntutan provisionil.
c.       Hakim akan mempertimbangkan bersamaan dengan pokok perkara.
Tuntutan provisi ini dikabulkan atau tidaknya berdasarkan pada hakim yang memeriksa perkara. Dan dalam praktek kebanyakan tidak di kabulkan.
Seharusnya sebagai seorang hakim harus mengabulkan tuntutan provisi karna itu merupakan sesuatu yang sangat mendesak dan sesegera mungkin untuk ditangani, karna akan merugikan salah satu pihak, karna pihak tersebut yang lebih tahu apakah dia dirugikan atau tidak.
Menurut saya setiap yang mengajukan tuntutan provisionil seharusnya dikabulkan oleh hakim, karna itu merupakan hak mereka untuk mendapatkan keadilan dan tidak dirugikan pihak lain, dan seharusnya kebijakan diterima atau ditolaknya tuntutan provisionil harus dibuatkan aturan sendiri dengan wajib dikabulkan dengan harus memenuhi syarat-syarat, dan bukti yang kuat.


BAB IV
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dari penjelasan yang sudah dibahas diatas maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan dari penulisan Tugas akhir ini yang mana ini merupakan inti dari pokok permasalahan di bahas dalam Tugas Akhir ini.
1.      Pada umumnya tutntutan provisionil hanya diatur dalam Pasal 180 ayat (1) HIR/ Pasal 191 ayat (1) Rbg. Tapi sebenarnya sudah banyak sekali undang-undang, maupun Yurisprudensi, surat edaran MA semuanya sudah membahas mengenai cara pengajuan tuntutan Provisionil. Ada yang tersurat dan adapula yang tersirat.
2.      Proses pemeriksaan dan syarat-syarat pengajuan tuntutan provisionil tidak diatur dalam hukum sendiri, tapi pemeriksaan dan syarat pengajuannya sama dengan pengajuan surat gugatan ke pengadilan. Yang harus di ingat adalah harus memenuhi syarat formalnya maupun materiilnya. Dan pengajuannya bersamaan dengan pengajuan surat gugatan menurut data wawancara.
3.      Upaya hukumnya adalah sama dengan upaya hukum biasa yakni ketika tidak adanya kepuasan terhadap putusan hakim, maka, yang merasa tidak puas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Dan tuntutan provisinya juga di ajukan bersamaan dengan banding pada pokok perkara, dan bahkan bisa sampai dengan PK. Yang menjadi perbedaan disini adalah tutntutan provisionil diperiksa terlebih dahulu dibandingkan dengan pokok perkara dan ini merupan tuntutan yang tidak termasuk dalam pokok perkara.
B.            Saran

Saran dari penulis mengenai tuntutan provisionil adalah:
1.    Ketika kita merasa dirugikan maka segera untuk mengajukan tuntutan provisionil, urusan dikabulkan atau tidak merupakan urusan  belakang. Dan pengajuannya harus benar benar masalah yang sangat mendesak, karna kemungkinan akan di kabulkan oleh hakim, kalau tidak akan membuang-buang waktu saja.
2.    Menurut saya setiap yang mengajukan tuntutan provisionil seharusnya dikabulkan oleh hakim, karna itu merupakan hak mereka untuk mendapatkan keadilan dan tidak dirugikan pihak lain, dan seharusnya kebijakan diterima atau ditolaknya tuntutan provisionil harus dibuatkan aturan sendiri dengan wajib dikabulkan dengan harus memenuhi syarat-syarat, dan bukti yang kuat.


  
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
pasal 24 PP Nomor 9 Tahun 1975 yang perdant bunyinya dengan ketentuan pasal 77 dan 78 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jis UU Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.
Pasal 75 d dan pasal 137 RUU Hukum Acara Perdata.
Pasal 180 ayat (1) H.I.R/pasal 191 ayat (1) Rbg.
Reglement Indonesia yang Diperbaharui (Herziene Indlandsch Reglement) Staatsblad Nomor 44 Tahun 1941

SEMA 4/1965, SEMA 16/1969, SEMA 3/1971, SEMA 3/1978, SEMA 3/2000, SEMA 4/2001.
Putusan MA RI No. 1070k /Sip / 1972, tgl. 7 Mei 1973.

Buku
Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dalam Hukum Acara Perdata pada Praktik Peradilan, Djambatan, Jakarta, 1996.
           Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (dwagsom) dalam Hukum Acara Perdata, Penerbit P.T  Alumni, Bandung, 2012.
Ny. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Mandar Maju. Bandung. 2009.
Internet
http://zofyanthespiritoflife.blogspot.com/2013/12/arti-istilah-konvensi-rekonvensi.html.
http://www.pta-banjarmasin.go.id/index.php?content=mod_artikel&id=35
http://pn-kepanjen.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=111:putusan-provisionil-dan-penetapan-sementara&catid=23:artikel&Itemid=36







 
 


LAMPIRAN-LAMPIRAN

I.                   Surat dari Direktu Altri :No.  90/M/V/2014. Tanggal 08 Mei 2014.
II.                Surat Keterangan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat:No. W10.U2.25. PMH.V.2014.05. tanggal 28 Mei 2014.
III.             Lembaran wawancara instansi yang di kunjungi dengan Hakim PN Bogor pada tanggal 06 Juni 2014.
IV.             Putusan Pengadilan: No. 146/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST.
























[1] Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dalam Hukum Acara Perdata pada Praktik Peradilan, Djambatan, Jakarta, 1996, hal. 23
[2] Ibid. Hlm.24.
[3]  Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (dwagsom) dalam Hukum Acara   Perdata, Penerbit P.T  Alumni, Bandung, 2012, hlm. 82.
[5] Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (dwagsom) dalam Hukum Acara Perdata, Penerbit P.T  Alumni, Bandung, 2012 , hlm 89.
[6] Ibid, hlm 166.
[8]  Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (Dwangsom) dalam Hukum Acara Perdata. Penerbit PT Alumni. Bandung. 2012. hlm. 117-118.
[10]  http://zofyanthespiritoflife.blogspot.com/2013/12/arti-istilah-konvensi-rekonvensi.html


[11] Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dalam Hukum Acara Perdata pada Praktik Peradilan, Djambatan, Jakarta, 1996. Hlm.24.
[12] Ibid. Hlm. 65-74.
[13] Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (dwagsom) dalam Hukum Acara Perdata, Penerbit P.T  Alumni, Bandung, 2012. Hlm. 166.
[14]  Ny. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Mandar Maju. Bandung. 2009. Hlm. 122.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar