PROSES
PEMERIKSAAN DAN UPAYA HUKUM
TERHADAP TUNTUTAN PROVISIONIL DALAM
HUKUM
ACARA PERDATA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada kesempatan ini saya mengangkat
sebuah judul Tugas Akhir Diploma III yaitu tentang tuntutan Provisionil dalam
hukum acara perdata. Tuntutan provisionil merupakan suatu lembaga yang baru
yang membuat saya penasaran akan lembaga ini, maka saya memilih untuk membahas
tentang judul ini.
Apabila
kita kaji secara lebih mendalam, sebenarnya tuntutan provisionil merupakan
suatu lembaga baru yang muncul dalam praktik peradilan belakangan ini. Putusan provisionil adalah putusan
sementara yang dijatuhkan oleh hakim yang mendahului putusan akhir dan tidak boleh menyangkut pokok perkara. Hakim wajib mempertimbangkan gugatan provisionil dengan seksama, apakah memang perlu dilakukan suatu tindakan yang sangat mendesak untuk melindungi hak penggugat, yang apabila tidak segera dilakukan akan membawa kerugian yang lebih besar[1]
sementara yang dijatuhkan oleh hakim yang mendahului putusan akhir dan tidak boleh menyangkut pokok perkara. Hakim wajib mempertimbangkan gugatan provisionil dengan seksama, apakah memang perlu dilakukan suatu tindakan yang sangat mendesak untuk melindungi hak penggugat, yang apabila tidak segera dilakukan akan membawa kerugian yang lebih besar[1]
Terhadap
pengertian Provisionil, maka Ny.Retnowulan Sutantio, S.H dan Iskandar
Upripkartawinata, S.H menyebutkan bahwa : Putusan Provisionil adalah Putusan yang
dijatuhkan sehubungan dengan tuntutan dalam pokok perkara, sementara diadakan
tindakan-tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah satupihak atau kedua belah
pihak.[2]
Putusan Provisionil ini tidak diatur secara tegas, akan
tetapi secara selintas dan implisit. Adapun pengaturan tersebut tedapat dalam
Pasal 180 ayat (1) HIR/191 ayat (1) RBg, Pasal 53 Rv/Pasal 51 BRv Belanda (Stb
1847-52 yo Stb 1849-63), Bahwa tidak ada aturan baku dalam hukum acara
perdata Indonesia yang mengatur mengenai proses pemeriksaan tuntutan
provisionil. Oleh karena itu dalam praktik peradilan dikenal beberapa bentuk
pemeriksaan dan kapan tuntutan provisionil itu dijatuhkan.
Dasar hukum
tentang pengaturan tuntutan provisionil ini banyak ditemukan pengaturan
perundang-undang baik secara tersirat maupun tersurat dalam ketentuan pasal 24
PP Nomor 9 Tahun 1975 yang perdant bunyinya dengan ketentuan pasal 77 dan 78
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jis UU Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009, kemudian pada RUU tentang hukum Acara Perdata, dalam
Doktrina maupun SEMA serta Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia[3].
Hakikat tuntutan Provisionil diartikan sebagai
tuntutan atas perselisihan yang timbul sewaktu proses perkara sedang berjalan,
yang memerlukan penanganan segera dan mendesak dari hakim atau ada suatu
keadaan yang harus segera diputus oleh hakim selama proses perkara berlansung.
Dalam mengajukan tuntutan
provisionil harus perhatikan ketentuan dalam Hukum beracara di depan Sidang
Pengadilan Negeri. Pada asasnya prosedur
tuntutan provisionil itu adalah sama dengan mengajukan surat gugatan ke
pengadilan Negeri dengan berlandaskan pada prosedur atau kompotensi pengadilan.
Dan tak lupa pula harus berdasarkan hukum formil maupun hukum materiil dalam
mengajukan gugatan.
Dalam tunutan
provisionil tidak diatur dengan tegas dalam hum positif (HIR/Rbg), sehingga
formalitasnya diserakan kepada para pihak dan kebijaksanaan hakim. Dan apabila
ditinjau dari sifat hukum acara perdata tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
malah sebalinya mempunyai pengaruh positif. Sesuai dengan ketentuan pasal 2
ayat (4) dan pasal 4 ayat (2) UU Nomor 48 tahun 2009.
Putusan
provisi atau provisionele beschikking atau temporary disposal merupakan salah
satu dari sejumlah jenis putusan sela. Putusan ini sifatnya memberikan jawaban
atas tuntutan atau gugatan provisi, provionele vordering yang berisi tindakan
sementara. Yang dimaksud dengan sementara ialah berlaku hanya sementara perkara
dalam proses pengadilan hingga putusan berkekuatan hukum tetap.
Dengan
demikian, putusan provisionil tidak berkaitan dengan pokok perkara, dalam arti,
bukan bagian dari pokok perkara. Misalnya, putusan yang memberi izin, melarang,
atau memerintahkan untuk melakukan suatu tindakan yang bersifat sementara. Oleh
karena itu, apabila petitum suatu gugatan atau permohonanan provisi berisi
pokok perkara, hakim harus menolaknya.[4]
Apabila Hakim melihat dari esensi Surat
Gugatan Provisionil tersebut sifatnya segera dan mendesak maka Hakim sebelum
memeriksa pokok perkara dapat menjatuhkan “putusan Sela “. Proses penjatuhan
putusan sela ini melalui tahapan jawaban ( sesuai Pasal 141 RR), kemudian
replik (sesuai Pasal 142 Rv), dan Duplik (sesuai Pasal 142 Rv).[5]
Upaya
hukum terhadap tuntutan provisionil terdapat beberapa tahapan upaya hukum, pada
dasarnya upaya hukum dapat di bagi menjadi dua yaitu upaya hukum Biasa dan
upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa dibagi menjadi tiga (3) macam yaitu Verzet/perlawanan, Banding, dan
yang terakhir adalah Kasasi. Yang kedua adalah upaya hukum luar biasa
(istimewa) dibagi menjadi dua yaitu Peninjauan Kembali, Derden verzet.
Terhadap
upaya hukum tuntutan dan putusan provisionil apakah dapat dilakukan diajukan
upaya hukum banding ? pada dasarnya, putusan provisionil hakekatnya tidak masuk
dalam ruang lingkup pokok perkara walaupun harus diakui gugatan dan putusan
provisi tersebut selalu berkorelasi dengan pokok perkaranya. Konkretnya,
putusan provisionil bersifat “accesoir” atau
“subsidair”. Apabila bertitik tolak
kepada ketentuan Pasal 331 Rv yang menentukan : banding terhadap putusan
persiapan, putusan sela dan putusan insidentil hanya dapat dilakukan
bersama-sama dengan banding terhadap putusan akhir.[6]
Dalam
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan Pengadilan Niaga hanya dapat dilakukan
upaya hukum biasa berupa verzet dan kasasi, serta upaya hukum luar biasa yang
dapat berupa Peninjauan Kembali. Pada PHI upaya hukum dapat dilakukan terhadap
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja
(PHK) dan perselisihan antar serikat kerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Dalam
praktek tuntutan Provisi kebanyakan tidak di kabulkan oleh Majelis Hakim, karna
di anggap tidak begitu penting. Dalam wawancara terhadap seorang hakim, dan dia
berkata bahwa sangat jarang sekali seorang hakim itu mengabulkan tuntutan
Provisi karna dia berpikir bahwa tuntutan Provisi itu akan di putus bersamaan
dengan putusan akhir. Kalau memang benar-benar mendesak baru putusan tersebut di kabulkan. Putusan
provisional hanya melarang tindakan hukum tertentu saja selama hakim masih
memeriksa perkara dalam proses pembuktian, sampai ada putusan akhir, namun
bukan diartikan sampai berkekuatan hukum tetap (inkracht)
Ada beberapa putusan
yang di kelurkan oleh Mahkamah Agung mengenai tuntutan provisionil adalah dalam
bentuk yurisprudensi. Yurisprudensi yang berkaitan dengan tuntutan provisionil
adalaha:
a. Putusan MA RI No. 1070k /Sip / 1972, tgl. 7 Mei 1973, “Tuntutan provisionil yang tercantum dalam
pasal 180 HIR hanyalah untuk memperoleh tindakan-tindakan sementara selama
proses berjalan; tuntutan provisionil yang mengenai pokok perkara tidak dapat
diterima “.
b. Putusan
MARI No. 1400k/Sip/1974, tgl. 18 Nopember 1975, “Perbedaan hakim-hakim anggota dalam pemeriksaan tuntutan provisionil
dan dalam pemeriksaan pokok perkara adalah tidak mengakibatkan batalnya seluruh
putusan karena tuntutan provisionil sifatnya mempermudah pemeriksaan dalam
pemutusan pokok perkara”.
c. Putusan MA RI No. 753k/ Sip/
1973, tgl. 22 April 1975, “Keberatan
yang diajukan Penggugat untuk Kasasi; bahwa Pengadilan Negeri telah menjatuhkan
putusan sela yang merupakan putusan provisionil menyimpang dan melebihi dari
surat gugatan, sebab tuntutan provisionil semacam itu tidak pernah diajukan
oleh Penggugat asal, tidak dapat diterima karena hal itu
menyebabkan batalnya putusan judex facti”.
d. Putusan
MA RI No. 279k/Sip/1976, tgl. 5 Juli 1976, “Permohonan provisi seharusnya bertujuan agar ada tindakan hakim yang
mengenai pokok perkara; permohonan provisi yang berisikan pokok perkara harus ditolak.[7]
Dalam
mengajukan upaya hukum verzet
/perlawanan ini maka haruslah dilakukan
oleh pihak yang dijatuhkan putusan verstek atau pihak-pihak dalam perkara.
Tidaklah diperkenankan, menurut pandangan Mahkamah Agung RI apa bila perawanan
dilakukan oleh pihak yang tidak dijatuhkan putusan verstek. Misalnya, tidaklah
dibenarkan apabila upaya hukum perlawanan dilakukan oleh pihak ketiga
sebagaimana ditegaskan oleh putusan Mahkamah Agung RI Nomor 524 K/ Sip / 1975
tanggal 7 Februari 1980.[8]
Tenggang
waktu mengajukan perlawanan menurut pasal 129 ayat (1) HIR, pasal 153 ayat (1) Rbg. Yaitu dalam
tenggang waktu 14 hari terhitung sejak putusan verstek diberitahukan kepada
tergugat secara sah.
Bagaimanakah
sebaiknya pemeriksaan tuntutan provisionil sebagai ius constituendum apakah
perlu diatur dalam lembaga tersendiri ataukah tidak ? Menurut kajian
kepustakaan dalam lalu lintas hukum dewasa ini banyak kepentingan hukum yang
sangat mendesak dan memerlukan penanganan sangat segera, mendesak serta
seketika dari hakim perdata.
Aspek ini
dikarenakan adanya proses melalui acara yang berlaku di dalam hukum acara
perdata. Mungkin, relatif lebih baik mengikuti draf ketentuan Pasal 75 huruf d
dan Pasal 137 RUU Hukum Acara Perdata.[9]
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas maka penulis mengambil pembahasan yang terkait
dengan tuntutan provisionil yaitu:
1. Bagaimanakah
Undang Undang mengatur tentang cara pengajuan Tuntutan Provisionil.?
2. Bagaimana
syarat-syarat pengajuan dan proses pemeriksaan Tuntutan Provisionil ?
3. Bagaimana
upaya hukum terhadap ditolaknya Tuntutan Provisionil.?
C.
Maksud
dan Tujuan Penelitian
3.1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah sebagai
bahan belajar untuk:
a.
Untuk mengetahui
bagaimana undang-undang mengatur tentang cara pengajuan tuntutan provisionil.
b.
Untuk mengetahui
Bagaimana syarat-syarat pengajuan dan proses pemeriksaan tuntutan provisionil ?
c.
Untuk mengetahui
bagaimana upaya hukum terhadap tuntutan Provisionil.
d.
Mengaplikasikan ilmu
yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan di Akademi Litigasi Indonesia dengan membuat laporan penelitian secara
ilmiah dan sistematis.
3.2. Tujuan Penelitian
Penulis
dapat membagi beberapa tujuan penelitian yaitu:
a. Tujuan
Fungsional
1). Agar hasil dari penelitian dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh instansi/lembaga khususnya dalam Perdilan Umum, sebagai referensi dasar untuk mengambil kebijakan/keputusan yang berhubungan dengan Tuntutan Provisionil.
1). Agar hasil dari penelitian dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh instansi/lembaga khususnya dalam Perdilan Umum, sebagai referensi dasar untuk mengambil kebijakan/keputusan yang berhubungan dengan Tuntutan Provisionil.
2). Untuk mengetahui
proses pengajuan tuntutan provisionil dan langkah- langkah pengajuannya.
3. Untuk mengetahui Syarat-syarat apa saja
yang di perlukan untuk mengajukan tuntutan provisionil.
b. Tujuan
Individual
Tujuan Individual
adalah untuk menambah ilmu pengetahuan, pengalaman, pengenalan dan pengamatan
sebuah sistem hukum di indonesia khususnya dalam bidang perdata mengenai judul
yang sedang penulis kembangkan, dengan menggunakan penelitian-penelitian di
lapangan berupa wawancara dan pengumpulan data serta praktek-praktek yang
dilakukan.
D.
Kerangka
Teoritis
1. Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.[10]
2. SEMA 4/1965, SEMA 16/1969, SEMA 3/1971, SEMA
3/1978, SEMA 3/2000, SEMA 4/2001
3. Pasal
180 ayat (1) HIR dan pasal 191 ayat (1) RBg.
4. pasal 24 PP
Nomor 9 Tahun 1975
5. Pasal
75 d dan pasal 137 RUU Hukum Acara Perdata
6. Putusan MA RI No. 1070k /Sip / 1972, tgl. 7 Mei 1973
7. Putusan
MA RI No. 1070K/Sip/1972 tanggal 7 Mei 1973.
8. Putusan
MA RI No. 279 K/Sip/1976 tanggal 5 Juli 1977.
E.
Metode
Penulisan
Penelitian
ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif
1. Penelitian
hukum normatif
Yaitu
penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai satuan sistem norma, sistem
norma yang dimaksud adalah mengenai jasa-jasa norma kaedah dari
perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (pendapat dari
para ahli).
2. Penelitian
hukum yuridis
Yaitu dengan membaca
buku-buku, literatur, koran, serta bahan-bahan pelajaran dalam kuliah yang
diberikan oleh dosen, khusunya yang berkaitan dengan objek penelitian
F.
Sistimatika
Penulisan
Untuk
mempermudah menyimak penyusunan laporan penelitian ini, maka penulis
menguraikan sitimatika penulisan sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar
belakang masalah yang dibahas dalam penulisan Tugas Akhir ini, serta
identifikasi masalah yang mau dibahas, mengenai masalah masalah apa saja yang
mau dibahs dalam penulisan ini, maksud dan tujuan penulisan, kerangka teoritis
membahas mengenai teori teori yang dipergunakan sebagai acuan dalam penulisan
ini, dan dasar hukum, selanjutnya adalah metode penulisan ini berbicara
mengenai tahapan dalam mendapat informasi, seperti pengumpulan data dari
perpustakaan, wawancara serta penelitian lapangan, dan sistimatika penulisan
beisi mengenai sistim penulisan yang di mulai dari bab 1 pendahuluan, bab 2
pembahasan, bab 3 analisa, bab 4 penutup.
BAB II. PEMBAHASAN
Pembahasan
menguraikan tentang obyek penelitian mengenai tuntutan Provisionil dalam hukum Acara Perdata, dasar hukum meliputi
pasal 180 ayat 1 HIR dan pasal 191 ayat 1 Rbg. Data sekunder di peroleh dari
perpustakaan dan
buku-buku mengenai permasalahan yang di bahas serta putusan-putusan Pengadilan.
Surat keputusan pengadilan Nomor 146/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST, data primer di
peroleh dari wawancara dengan petugas pengadilan.
BAB III ANALISA
Analisa
menguraikan tentang kasus yang didapat dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
yang berupa surat putusan Pengadilan. Menjawab penyelesaian identifikasi
masalah melalui wawancara yang di peroleh dari pegawai atau petugas Pengadilan
mengenai kasus yang di angkat dalam penulisan ini, dan data dari perpustakaan,
serta buku-buku. Hipotesa Akhir membahas mengenai pendapat kita tentang kasus
yang di bahas dilihat dari sudut pandang teori yaitu berupa buku-buku dan
praktek berupa wawancara, apakah sesuia atau berbeda.
BAB IV PENUTUP
Penutup
menguraikan tentang kesimpulan dari hasil hasil penelitian yang membahas
mengenai Identifikasi Masalah serta saran saran yang merujuk kepada hal yang
lebih sempurna dari masalah masalah dalam penulisan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Obyek
Penelitian
Dari judul yang telah penuli kembang
mengenai PROSES PEMERIKSAAN DAN UPAYA HUKUM TERHADAP TUNTUTAN PROVISIONIL DALAM
HUKUM ACARA PERDATA, maka obyek penelitiannya adalah mengenai PEMERIKSAAN DAN
UPAYA HUKUM TUNTUTAN PROVISI.
B.
Dasar
Hukum
Pasal
180 ayat (1) HIR/Pasal 191 ayat (1) Rbg.
Pasal
53 Rv/Pasal 51 BRv Belanda.
Pasal
75 butir d dan pasal 137 RUU Hukum Acara Perdata.
Putusan
MA RI No. 1070K/Sip/1972 tanggal 7 Mei 1973.
Putusan
MA RI No. 279 K/Sip/1976 tanggal 5 Juli 1977.
Dasar hukum pasal 180 ayat (1) HIR/pasal 191 ayat (1) Rbg. “ Pengadilan Negeri
dapat memerintahkan supaya putusan dijalankan terlebih dahulu walaupun ada
perlawanan atau banding, jika ada surat yang sah atau sehelai tulisan yang
menurut aturan tentang hal ini berkekuatan sebagai alat bukti, atau jika
keputusan hukuman terlebih dahulu dengan keputusan hakim yang sudah memperoleh
kekuatan hukum tetap, atau jikalau dikabulkan tuntutan sementara.
Ketentuan Pasal 53 Rv/Pasal 51 BRv Belanda menyebutkan: jika ada suatu
tuntutan Provisiol/Provisi dan perkara tersebut siap diputus dalam pokok
perkara maupun dalam provisi maka terhadap hal itu hakim menjatuhkan satu
putusan.
Pasal
75 butir d RUU Hukum Acara Perdata menentukan
bahwa: Segala sengketa Perdata dimana kepentingan para pihak membutuhkan
tindakan sementara dengan segera, dan yang menimbulkan bagi pihak berperkara
yang berkepentingan bila diperiksa dengan acara biasa.
Putusan
MA RI No. 1070 K/Sip/1972 tanggal 7 Mei 1973. Tuntutan Provisionil yang tercantum dalam
pasal 180 HIR hanayalah untuk memperoleh tinakan-tindakan sementara selama
proses berjalan; tuntutan provisionil yang mengenai pokok perkara (bodem
geschil) tidak dapat diterima.”
Putusan
MA RI No. 279 K/Sip/1976 tanggal 5 Juli 1977: Permohonan Provisi seharusnya bertujuan agar
ada tindakan hakim yang tidak mengenai pokok perkara; permohonan provisi yang
berisikan pokok perkara harus ditolak.
C.
Data
Skunder
Terhadap pengertian Provisionil, maka
Ny.Retnowulan Sutantio, S.H dan Iskandar Upripkartawinata, S.H menyebutkan
bahwa : Putusan Provisionil adalah Putusan yang dijatuhkan sehubungan dengan
tuntutan dalam pokok perkara, sementara diadakan tindakan-tindakan pendahuluan
untuk kefaedahan salah satupihak atau kedua belah pihak. Putusan semacam ini
banyak dipergunakan dalam acara singkat dan dijatuhkan oleh karena segera harus
diambil tindakan.[11]
Dalam mengajukan tuntutan provisionil harus perhatikan
ketentuan dalam Hukum beracara di depan Sidang Pengadilan Negeri. Pada asasnya prosedur tuntutan provisionil
itu adalah sama dengan mengajukan surat gugatan ke pengadilan Negeri dengan
berlandaskan pada prosedur atau kompotensi pengadilan. Dan tak lupa pula harus
berdasarkan hukum syarat formal atau maupun hukum materiil dalam mengajukan
gugatan.
Putusan provisi atau provisionele beschikking atau
temporary disposal merupakan salah satu dari sejumlah jenis putusan sela.
Putusan ini sifatnya memberikan jawaban atas tuntutan atau gugatan provisi,
provionele vordering yang berisi tindakan sementara. Yang dimaksud dengan
sementara ialah berlaku hanya sementara perkara dalam proses pengadilan hingga
putusan berkekuatan hukum tetap.
Mengenai
proses pemeriksaan tuntutan provisionil yang biasa terjadi dalam praktik pada
dasarnya dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) formulasi pemeriksaan, yaitu:
a. Apabila
hakim melihat dari esensi surat gugatan provisionil tersebut sifatnya mendesak
dan segera maka hakim sebelum memeriksa pokok perkara dapat menjatuhkan
“Putusan Sela” terlebih dahulu.
b. Apabila
Majelis Hakim berpendapat bahwa mengenai tuntutan Provisionil pada hakekatnya
tidak bersifat mendesak dan segera atau Majelis Hakim beranggapan bahwa
tuntutan Provisionil tersebut bar dapat diputus bersama-sama dengan pemeriksaan
pokok perkara, maka Majelis Hakim menjatuhkan “Putusan Sela” akan tetapi dengan
amar menangguhkan tuntutan provisionil
tersebut.
c. Bahwa
tuntutan provisionil oleh majelis hakim tidak diputus denga “Putusan Sela” akan
tetapi di pertimbangkan secara selintas bersama-sama dengan pertimbangan pokok
perkara.[12]
Upaya
hukum terhadap tuntutan provisionil terdapat beberapa tahapan upaya hukum, pada
dasarnya upaya hukum dapat di bagi menjadi dua yaitu upaya hukum Biasa dan
upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa dibagi menjadi tiga (3) macam yaitu Verzet/perlawanan, Banding, dan
yang terakhir adalah Kasasi. Yang kedua adalah upaya hukum luar biasa
(istimewa) dibagi menjadi dua yaitu Peninjauan Kembali, Derden verzet.
Terhadap upaya hukum tuntutan dan
putusan provisionil apakah dapat dilakukan diajukan upaya hukum banding ? pada
dasarnya, putusan provisionil hakekatnya tidak masuk dalam ruang lingkup pokok
perkara walaupun harus diakui gugatan dan putusan provisi tersebut selalu
berkorelasi dengan pokok perkaranya. Konkretnya, putusan provisionil bersifat “accesoir” atau “subsidair”. Apabila bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 331 Rv
yang menentukan : banding terhadap putusan persiapan, putusan sela dan putusan
insidentil hanya dapat dilakukan bersama-sama dengan banding terhadap putusan
akhir.[13]
Sebagai salah satu dasar untuk dapat
mengabulkan putusan dengan ketentuan-ketentuan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu, oleh pasal 180 H.I.R. disebut adanya penghukuman sebelumnya dengan
putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagaimana diketehui, oleh karena
pengertian “penghukuman” terletak dalam hukum acara perdata dan hukum acara
pidana, sedangkan pasal 180 (1). H.I.R. tidak memberi penjelasan lebih lanjut
mengenai “penghukuman” yang bagaimana, maka perlu diselidiki lebih lanjut.
Dapatkah suatu penghukuman berdasarkan suatu perkara Pidana yang sudah
mempunyai kekeuatan hukum tetap dipergunakan sebagai dasar untuk memberi
Putusan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu ? pada pasal 1918 B.W. berbunyi: satu putusan
hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, dengan mana seseorang telah
dijatuhkan hukuman karena suatu kejahatan maupun pelanggaran, di dalam suatu
perkara perdata dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah
dilakukan, kecuali jika dapat di buktikan sebaliknya.[14]
D.
Data
Primer
Data primer dalam laporan penelitian ini, diperoleh melalui penelitian
lansung ke lapangan yang berhubungn dengan tuntutan provisionil.
Surat dari Direktur Akademi Litigasi
Indonesia (ALTRI) Pengayoman
Nomor
Surat : 90 / M / V / 2014
Tanggal
Surat : 08 Mei 2014
Ditujukan
Kepada : Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat Jl. Gajah Mada No. 17 Jakarta Pusat. ( Lampiran
1).
Berdasarkan Surat Keterangan No W10.U2.25.PMH.V.2014.05 Tanggal 28 Mei 2014, dari Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat menyatakan bahwa SAIFUL BUAMONA/2112061 (penulis), dari
Akademi Litigasi Indonesia (ALTRI) Pengayoman, benar telah datang ke Kantor
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melakukan penelitian dalam rangka
mengumpulkan data-data dan wawancara Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
sebagai penulisan Tugas Akhir dengan judul “ PROSES PEMERIKSAAN DAN UPAYA HUKUM TERHADAP TUNTUTAN
PROVISIONIL DALAM HUKUM ACARA PERDATA”. ( Lampiran 2
)
Dalam
bentuk wawancara bersama Bapak
A.
IRFIR ROCHMAN. (Hakim Pengadilan Negeri Bogor), yang dilakukan pada
tanggal 06 Juni 2014. ( Lampiran 3 )
Berdasarkan
data yang didapat dari lapangan yaitu berupa wawancara dengan Narasumber
mengenai judul Tugas Akhir yang Penulis teliti sebagai berikut:
Penulis:
Bagaimanakah Undang-Undang mengatur tentang cara
pengajuan Tuntutan Provisionil ?
Hakim:
cara pengajuannya harus sesuia dengan hukum formil.
Yaitu sesuai dengan hukum beracara.
Penulis: bagaimakah
syarat-syarat pengajuan Tuntutan Provisi ?
Hakim:
syarat-syaratnya sama dengan pengajuan surat gugatan
biasa, yaitu sesuai dengan hukum Formil.
Penulis:
apakah bisa diajukan setelah surat gugatan diajukan
?
Hakim:
biasanya diajukan bersamaan dengan surat gugatan.
Penuli:
bagaimana Proses Pemeriksaannya ?
Hakim:
pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan perkara. Tuntutan Provisi merupakan
suatu tindakan yang sangat segera untuk ditindak lanjuti, maka hakim harus
melihat dari esensi surat gugatan Provisi itu.
Penulis:
apakah semua tuntutan Provisionil akan dikabulkan ?
Hakim:
tidak semua tuntutan Provisionil dikabulkan oleh hakim, bahkan jarang sekali
hakim meengabulkan tuntutan Provisi.
Penulis:
apa alasannya hakim tidak mengabulkan tuntutan Provisi, bukannya sangat perlu
untuk dilaksanakan ?
Hakim:
memang, tapi menurut hakim ketika tuntutan yang diajukan Penggugat dikabulkan,
terus setelah putusan akhir ternyata Tergugat yang menang, maka putusn Provisi
itu sia-sia atau (mubajir). Dan saya sendiri selama di PN Bogor jarang sekali
hakim mengabulkan Tuntutan Provisi.
Penulis:
bagaimana upaya hukum kalau Tuntutan Provisinionil ditolak ?
Hakim:
kalau ditolak, maka diajukan Banding. Dan Banding sendiri diajukan bersamaan
dengan pokok perkara.
BAB III
ANALISA
A.
Kasus
Berdasarkan Putusan Nomor
146/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST. pengadilan Negeri Jakarta Pusat memeriksa dan
mengadili perkara Perdata dalam tingkat pertama telah mnjatuhkan putusan
sebagai berikut dalam perkara antara:..................................................................
- SALIM LIZAL,Pekerjaan Wiraswasta, bertempat tinggal di Komplek Greenville Blok AG No 7-8 Tomang, Jakarta
Barat, dalam hal ini memberikan Kuasa Khusus kepada M. ARSYAT GAFAR, SH.,
Magafar Lawyer & Rekan Advokat, Pengacara Peradi Jakarta, beralamat dijalan
garuda 3 no. 41 Komp. Inkopol, jaka sampurna Bekasi Barat, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tertanggal 25 Maret 2010, untuk selanjutnya disebut sebagai
..................................................PENGGUGAT
LAWAN :
- HEDYWATI WIDJAJA
MUDITA, Jenis
Kelamin Perempuan, Pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di jalan Am sangadji
No.36-A, Petejo Utara, Jakarta Pusat, untuk selanjutnya disebut
sebagai;...................................................................TERGUGAT – I
- SURYA KHAWAN WIDJAJA,
Jenis Kelamin
Laki-laki, Pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di jalan Turi No 3, Rt 014/Rw.
003, Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat, untuk selanjutnya disebut sebagai
...............................................TERGUGAT –II
- SURYA HEMAN WIDJAJA, Jenis
Kelamain Laki- laki, Pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di jalan kav. DKI Blok
64 No 19, Meruya Utara, Jakarta Barat, untuk selanjutnya disebut sebagai ..............................................................................TERGUGAT –III
Pengadilan
Negeri tersebut ;..........................................................
Telah
membaca berkas perkara, surat-surat bukti yng bersangkutan dengan perkara ini ;
................................................
Telah
mendengar keterangan yang berperkara ; ..........................
TENTANG
DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat
gugatannya tertanggal 25 Maret 2010, yang didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30 Maret di bawah Nomor :
146/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST. telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1.
Bahwa pada tanggal 24
November 2006, Penggugat telah membuat perjanjian kerjasama dengan Tergugat I,
Tergugat II, Tergugat III tersebut yang dituangkan dalam perjanjian tertulis
dibawah tangan dan materai yang cukup dan didaftarkan di notaris Zainal Abidin
SH, yang isinya adalah tentang penyelesaian sengket waris
;.....................
2.
Bahwa setelah pekerjaan
Penggugat slesai dan Putusan Hakim sudah berkekuatan tetap sebagaimana yang
tertuang dalam Pengadilan Tinggi DKI No. 424/Pdt/2007/PT.DKI (bukt P@2 dan P3)
namun para Terugat tidak melaksanakan pembayaran hak-hak Penggugat berupa
honorium/imbalan jasa/upah sebesar 12 % dari harga rumah sengketa tersebut
sebagaimana yang di perjanjikan ;......
3.
Bahwa walaupun
pembayaran kepada Penggugat digantungkan kepada penjualan objek sengketa, akan
tetapi karena itikad baik, Penggugat bersedia ikut menawarkan kepada calon
pembeli rumah itu, dan Penggugat berhasil mendapatkan calon Pembeli dengan
penawaran sebesar Rp 10.190.000.000,- (bukti P4)
4.
Bahwa kemudian
harga penawaran itu Penggugat sampaikan kepada Tergugat, akan tetapi para
tergugat keberatan dan minta agar harga tersebut dinaikkan ;
5.
Bahwa perjanjian yang
dibuat antara Penggugat dengan para Tergugat pada tanggal 24 November 2004
(bukti P-1) telah memenuhi ketentuan pasal 1320 KUHPerdata sehingga berlaku
sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.
6.
Bahwa untuk menjamin
agar Penggugat tidak dirugikan dan Putusan Pengadilan dapat dilaksanakan, maka
Penggugat mohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meletakkan sita jaminan
atas rumah dan tanah obyek sengketa yang terletak di jl. Sangadji No. 36-A
Petejo Utara, Gambir Jakarta Pusat. Sedangkan kepada Penggugat harus diberikan
hak mendahu untuk menerima pembayaran berupa honorium/imbalan balas jasa/upah
sebesar 12% dari hasil penjualan obyek
sengketa.;........................................
7.
Bahwa karena
bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat dalam gugatan ini sangat kuat, maka
mohon agar putusan hakim dalam perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu
meskipun ada upaya Banding, Kasasi atau PK.
Bahwa
bedasarkan alasan yang Penggugat sampaikan tersebut diatas, maka mohon agar
Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan sebagai
berikut :...............................
Primair: -------------------------------------------------------------------------
I.
Dalam
Provisi :
-----------------------------------------------------
1. Mengabulkan
permohonan sita jaminan dan menyatakan sah dan berharga terhadap sita jaminan
atas tanah berikut bangunan yang ada diatasnya sebagaimana yang tercantum dalam
sertifikat HGB No. 3368 seluas 1038 m2 yang terletak di jl. Sangadji No. 36-A
Petejo Utara, Gambir, Jakarta Pusat.
2. Memerintahkan
kepada Badan Pertanahan Nasional Jakarta untuk mencegah pengalihan hak dalam
bentuk apapun atas tanah dan bangunan tersebut sebelum adanya putusan hakim
yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara ini. ;-------------
II.
Dalam Pokok perkara: -----------------------------------------------
1. Mengabulkan
gugatan Penggugat untuk seluruhnya. ;............
2. Menyatakan
Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III telah melakukan wanprestasi (ingkar
janji) kepada Penggugat.;......
3. Menghukum
para Tergugat tersebut untuk menjual obyek sengketa secara lelang.
;............................................................
4. Menetapkan
Penggugat berhak mengambil sebesar 12 % dari hasil lelang obyek sengketa
terlebih dahulu untuk memenuhi perjanjian tanggal 24 November 2006 sebelum
membagikan sisanya sebesar 88 % kepada para ahli waris yng berhak. ;
5. Memerintahkan
agar putusan ini dijalankan terlabih dahulu (serta merta) walaupun ada upaya
Banding, Kasasi dan PK. ;
6. Membebankan
biaya perkara ini kepada para Tergugat. ;
Subsidair :
----------------------------------------------------------------------
Mohon
agar Majelis Hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya ( ex aequo et bono ) ;
-----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa atas gugatan tersebut
tergugat telah mengajukan jawabannya tertanggal 22 Juli 2010 yang pada pokoknya
sebagai berikut : ---------
I.
DALAM
POKOK PERKARA ;---------------------------------
DALAM KONVENSI
1.
Bahwa benar pada
tanggal 24 November 2006, Penggugat telah membuat perjanjian kerja sama dengan
Tergugat I, Tergugat II, Terguat III tersebut yang diituangkan dalam perjanjian
tertulis dibawah tangan dan materai yang cukup dan didaftarkan di Notaris
Zainal Abidin, SH yang isinya dalah tentang penyelesaian sengketa.
2.
Bahwa benar putusan
Hakim sudah berkekuatan hukum tetap sebagaimana yang tertuang dalam putusan
Pengadilan Tinggi DKI No. 424/Pdt/2007/PT.DKI. ;
3.
Bahwa jika Penggugat
melihat dan membaca isi perjanjian antara Penggugat dengan para Tergugat
tanggal 24 November 2006 tersebut banyak ketentuan pasal-pasal dari perjanjian
tanggal 24 November 2006 telah dilanggar oleh Penggugat, banyak hal-hal yang
tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi atau Pengugat tidak melaksanakan isi
Perjanjian tanggal 24 November 2006 sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang
diatur dalam perjanjian terssebut antara lain adalah ; ----
- Pada
pasal I dapat ditafsirkan pihak kedua diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa
sampai selesai.
- Isi
pasal II adalah : --------------------------------------------------
“ perjanjian ini
terikat dengan Surat Kuasa No. 080/JF/XI/2006 tanggal 27 November 2006 kepada
JOSEFERRY SH & REKAN, “ ;
- Bahwa
pada pasal III,, seharusnya biaya dikeluarkan dalam menangani sengketa waris
ini ditanggung seluruhnya oleh Penggugat.
II.
DALAM
REKONVENSI ; ---------------------------------------
1. Bahwa
semua dalil-dalil dalam pokok perkara dalam kenpensi diatas mohon juga dianggap
termasuk dalam rekonpensi ini ; --------------------
2. Bahwa
perjanjian yang dibuat antara Tergugat Rekonpensi/Penggugat dengan Para
Penggugat Rekonpensi/para Tergugat pada tanggal 24 november 2006 telah banyak dilanggar
oleh Tergugat Rekonpensi/Penggugat.
3. Bahwa
agar Tergugat Rekonpensi mematuhi putusan perkara ini, Penggugat Rekonpensi
mohon untuk menjatuhkan hukuman uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 10.000.000,-
(Sepuluh Juta Rupiah) setiap harinya apabila Tergugat Rekonpensi lalai dan
tidak mentaati putusan tersebut. ;
Maka
berdasarkan fakta-fakta hukum yang diuraikan diatas, Tergugat I, II dan III,
mohon kehadapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Cq. Majelis Hakim yang
memeriksa perkara aquo untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini
sebagai berikut : --------------------
I.
DALAM PROVISI
1. Menolak
Tuntutan Provisi Penggugat untuk seluruhnya ;
II.
Dalam
Pokok Perkara: -----------------------------------------------
DALAM
KONVENSI ; -------------------------------------------------------
1. Menolak
Gugatan Penggugat untuk seluruhnya. ; --------------
2. Membebankan
biaya perkara ini kepada Penggugat. ; ---------
III.
DALAM
REKONVENSI
1. Mengabulkan
Gugatan Penggugat Rekonpensi untuk seluruhnya. ;
2. Menyatakan
Tergugat Rekonpensi adalah Tergugat Rekonpensi yang tidak beritikad baik;......................................
3. Menyatakan
Tergugat Rekonpensi telah melakukan Wanprestasi;.....
TENTANG
PERTIMBANGAN HUKUM
DALAM PROVISI
:----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan
Provisi Penggugat adalah sebagaimana dimaksud dimuka ;------------------------------------
Menimbang, bahwa gugatan Provisi sesuai
dengan hukum acara perdata yang berlaku (HIR) adalah berupa putusan sementara
dari Pengadilan Negeri agar Tergugat diperintahkan untuk melakukan atau
tidak melakukan perbuatan tertentu
sampai dengan adanya putusan akhir agar Penggugat tiddak terlalu dirugikan
nantinya apabila gugatannya dimenangkan oleh Pengadilan tapi dengan materi putusan
tidak boleh mengenai pokok perkaranya ;-----------------------------------
DALAM POKOK
PERKARA
;--------------------------------------------
DALAM KONPENSI
;-------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan
Penggugat adalah sebagaimana dimaksud dimuka ;---------------------------------
Menimbang, bahwa Para Tergugat
menyangkal kebenaran gugatan Penggugat, maka berdasarkan ketentan Pasal 163 HIR
Penggugat berkewajiban untuk membuktikan kebenaran dalil gugatannya
;---------------
DALAM REKONPENSI
;---------------------------------------------------
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan
gugatan Penggugat Rekonpensi adalah sebagaimana dimaksud dimuka ;
---------------------
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat
putusan ini segala sesuatu yang telah dipertimbangkan dalam gugatan Konpensi
mohon diambil alih dan dianggap pula sebagai pertimbangan dalam gugatan
Rekonpensi ini ;-----------------------------------------------------------------
DALAM KONPENSI
DAN REKONPENSI
;---------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena pada
dasarnya pihak Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi sebagai pihak yang
dikalahkan, maka pada pihak Peggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi yang wajib
dihukum untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini yang
besarnya tersebut dalam amar putusan ini ; ----------------------
Mengingat, dan memperhatikan Pasal-Pasal
HIR dan KUHPerdata dan Ketentuan-Ketentuan lainnya yang bersangkutan dalam
perkara ini ; -------------------------------------------------------------
MENGADILI
DALAM PROVISI ;----------------------------------------------------------
- Menolak
Provisi Penggugat ; -----------------------------------
DALAM POKOK PERKARA ;
---------------------------------------------
DALAM KONPENSI ;
------------------------------------------------------
- Menolak
gugatan Penggugat Konpensi seluruhnya ; --------
DALAM REKONPENSI
; --------------------------------------------------
- Menolak
gugatan Penggugat Rekonpensi seluruhnya ; --------
DALAM KONPENSI
DAN REKONPENSI ; ---------------------------
- Menghukum
Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini yang hingga kini ditaksir /diperhitungkan sebesar Rp.
461.000,- (empat ratus enam puluh ribu rupiah) ; ---------------
Demikia
diputuskan dalam Rapat Perusawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat pada hari : KAMIS, TANGGAL 14
OKTOBER 2010, oleh kami : BAYU
ISDIYATMOKO, SH. Selaku Ketua Majelis, ACHMAD
RIVAI, SH. Dan Dr. MARSUDIN
NAINGGOLAN, SH. MH. Masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana
diucapkan pada Persidangan yang terbuka untuk umum oleh Majelis tersebut, pada
hari RABU TANGGAL 27 OKTOBER 2010, dengan
dibantu Panitera Pengganti HJ.
MULYATININGSIH SH. MH, dihadapan
Kuasa Hukum Kedua Belah Pihak ; ---------------------------------------------------------------------------------- (
lampiran 4).
B.
Penyelesaian
Identifikasi Masalah
Dalam penyelesaian Identifikasi Masalah,
maka penulis akan menggunakan data yang didapat dari wawancara dan tinjauan
kepustakaan yaitu berupa Data Skunder dan
Data Primer.
1.Bagaimana Undang-Undang
mengatur tentang cara pengajuan Tuntutan Provisionil ?
Tentang
dasar hukum pengeturan tuntutan Provisionil ini banyak ditemukan dalam
perundang-undangan baik secara tersirat maupun tersurat seperti dalam ketentuan
Pasal 180 HIR ayat (1)/191 ayat (1) Rbg.
Kalau
ditinjau dari segi sifat Hukum Acara Perdata khususnya tidak bertentangan
dengan peraturan perundangan, malahan mempunyai dampak positif yakni sesuai
dengan asas peradilan yang dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya
ringan sebagaimana ditentukan ketentuan pasal 2 ayat (4) dan pasal 4 ayat (2)
UU Nomor 48 tahun 2009. Terhadap aspek ini lebih lanjut I Wayan Sosiawan, hakim pada
PN Jakarta Timur menyatakan: Mengenai
prosedur dan syarat-syarat mengajukan tuntutan provisionil tersebut tidak ada
ketentuan secara limitatif yang mengatur cara mengajukannya ke Pengadilan
Negeri yang berwenang untuk itu. Praktik Peradilan hanya mengacu dan mengikuti
formalitas gugatan seperti ketentuan yang diatur dalam pasal 8 ayat 3. Rv (Stb,
1847-52), maka dengan demikian masalah foralitas gugatan dianggap sudah
terpenuhi sedangkan mengenai ditolak ataukah dikabulkan tuntutan provisionil
bersangkutan kini bergantung adanay bukti yang ada, juga bergantung
relevansinya apakah bersifat sangat mendesak dan segera.
Cara
pengajuannya sesuai dengan pengajuan surat gugatan yaitu sesuai dengan hukum
formil.
2.
Bagaimana
syarat-syarat pengajuan dan proses pemeriksaan tuntutan Provisionil ?
a.
Syarat-syarat
pengajuan tuntutan provisionil.
Syarat-syarat
pengajuan Tuntutan Provisionil sama dengan cara pengajuan surat gugatan perkara
yaitu harus sesuai dengan hukum formil. Pada asasnya prosedur mengajukan
tuntutan provisionil itu adalah sama dengan mengajukan suatu surat gugatan ke
Pengadilan Negeri dengan tetap berlandaskan kepada kompensi Pengadilan. Selain
berlandaskan kepada kompetesi Pengadilan maka surat gugatan tersebut juga tetap
bertitik tolak kepada syarat formal maupun materiil/substansial.
Untuk
mengajukan tuntutan Provisionil ke Pengadilan Negeri yaitu berdasarkan pada
prosedur mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri pada umumnya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa untuk mengajukan tuntutan Provisionil tidak ada acara
yang sifatnya khusus didalamnya dan praktik hanya mengenai tuntutan provisionil
menyatu dalam petitum surat gugatan yang diajukan oleh Penggugat/kuasanya
kepada pihak Tergugat dan biasanya melalui komulasi petitum gugatan seperti, “Dalam Provisi”, “Dalam Konvensi”, dan
lainnya.
a.
Proses
pemeriksaan tuntutan provisionil.
Mengenai
proses pemeriksaan tutntutan provisisonil yang biasa terjadi dalam praktik pada
dasarnya dapat di kategorisasikan kedalam 3 (tiga) formulasi pemeriksaan yaitu:
1. Apabila
hakim melihat dari esensi surat guagatan provisionil tersebut sifatnya segera
dan mendesak maka hakim sebelum memeriksa pokok perkara dapat menjatuhkan
“putusan sela” terlebih dahulu.
Proses penjatuhan
putusan sela ini melalui tahap jawaban (sesuai pasal 141 RR), kemudian replik
9sesuai pasal 142 Rv) dan duplik 9sesuai pasal 142 Rv). Tegasnya, mengenai
tuntutan provisionil yang di putus dengan “putusan sela” bukanlah berarti
tuntutan tersebut dipenuhi oleh Majelis Hakim. Apabila suatu tuntutan
provisionil diputus dengan “Putusan Sela” akan tetapi dalam amarnya Majelis
menolak, secara tidak lansung Majelis Hakim berlandaskan kepada pasal 4 Rv dan
demi untuk memenuhi ketentuan pasala 178 HIR.
2. Apabila
Majelis Hakim berpendapat bahwa mengenai tuntutan provisionil tersebut pada
hakikatnya tidak segera dan mendesak atau Majelis Hakim beranggapan bahwa
tuntutan provisionil tersebut baru dapat diputus bersama-sama dengan
pemeriksaan pokok perkara, maka Majelis Hakim tetap menjatuhkan “Putusan Sela”
akan tetapi dengan amar menangguhkan tuntutan provisionil tersebut dan akan
dipertimbangkan bersama-sama perimbangan putusan akhir.
3. Bahwa
tuntutan provisionil oleh Majelis hakim tidak diputus dengan “Putusan Sela”
akan tetapi dipertimbangkan secara selintas bersama-sama dengan pertimbangan
pokok perkara. Terhadap formulasi ketiga ini biasanya dalam amar putusan dipertimbangkan
sebagai “Dalam Provisi”, kemudian “Dalam Konvensi” dan “Dalam Rekonvensi”.
3.
Bagaiman
upaya hukum terhadap ditolaknya tuntutan provisionil ?
Upaya hukum terhadap ditolaknya
tuntutan provisionil dilakukan bersamaan dengan perkara pokok, artinya di
ajukan banding bersamaan denga pokok perkara.
Mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh penggugat
terhadap tuntutan provisionil dimana tuntutan tersebut diputus oleh hakim yang
mengaadili perkara dengan melalui “Putusan Sela” maupun “Putusan akhir” . pada
dasarnya upaya hukum dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam dalam perkara perdata
yaitu:
a).
Upaya Hukum Biasa; dan
b).
Upaya Hukum Luar Biasa (Istimewa)
1). UPAYA HUKUM
BIASA
Terhadap upaya hukum biasa ini
dalam praktik hukum perdata terdiri dari 3 (tiga) macam yakni;
(a). Perlawanan.
Dalam mengajukan upaya hukum
perlawanan ini maka haruslah dilakukan oleh pihak yang dijatuhkan putusan
verstek atau pihak-pihak dalam perkara.
(b). Banding.
Peradilan tingkat banding dilakukan
oleh Pengadilan Tinggi yang merupakan peradilan “ulangan” atau “revisi” dari putusan Pengadilan Negeri.
(c). Kasasi.
Kasasi adalah suatu alat hukum yang
merupakan wewenang dari Mahkamah agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan
pengadilan terdahulu dan ini meruakan Peradilan terakkhir.
2). UPAYA HUKUM
LUAR BIASA (ISTIMEWA)
a). Peninjauan Kembali.
Upaya peninjauan kembali (request
civil) merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan baik dalam tingkat
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), mentak kembali. Pada
prinsipnya peninjauan kembali tidak menangguhkan eksekusi dan peninjauan
kembali ini harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli
warisnya atau seoarang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (pasal
68 Undang-undang No. 14 Tahun 1985) kemudian permohonan peninjauan kembali
diajukan ke Mahkamah Agung melalu ketua
Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
C.
Hipotesa
Berdasarkan teori dan Praktek yang
terjadi di Pengadilan mengenai tuntutan provisionil banyak terdapat kesamaan
antar teori dan praktek. Mulai dari proses pengajuannya sampai dengan
pemeriksaannya di pengadilan. Pemeriksaan tuntutan provisionil sama dengan
pemeriksaan surat gugatan, hanya saja terdapat perbedaan dalam putusan yaitu
tuntutan provisionil di putus dalam putusan sela, sedangkan surat gugatan
diputus pada putusan akhir.
Pengajuannya berdasarkan syarat formal
maupun materiil. Dan pemeriksaannya pun sama dengan pemeriksaan pada surat
gugatan. Tuntutan provisionil harus selesai dan terlaksana secepat mungkin, dan
hal tersebut berlansung sebelum pemeriksaan pokok perkara dan hakim lebih
mendahulukan memeriksa tuntutan provisionil tersebut.
Tuntutan provisi merupakan suatu
tindakan yang harus diambil oleh hakim dalam menangani suatu perkara, karna
merupakan sesuatu yang sangat mendesak dan segera di tangani oleh hakim. Dalam
praktek Pengadilan terdapat banyak sekali hakim tidak memutuskan atau tidak
mengabulkan tuntutan provisionil yang diajukan penggugat, karna menurut hakim
akan sia-sia kalau pada akhirnya yang menang dalam perkara tersebut adalah
Tergugat. Dan tuntutan provisi harus
dilihat dari berbagai aspek, seperti:
a. harus
dilihat dari esensi surat gugatan, apakah sifatnya mendesak dan segera atau
tidak. Dan diperiksa terlebih dahulu sebelum memeriksa pokok perkara.
b. Majelis
hakim mempunyai anggapan lain bahwa tutntutan provisi ini akan di putus bersamaan
dengan pokok perkara. Dan boleh menjatuhkan putusan sela terlebih dahulu dengan
amar menangguhkan tuntutan provisionil.
c. Hakim
akan mempertimbangkan bersamaan dengan pokok perkara.
Tuntutan provisi ini dikabulkan atau
tidaknya berdasarkan pada hakim yang memeriksa perkara. Dan dalam praktek
kebanyakan tidak di kabulkan.
Seharusnya sebagai seorang hakim harus
mengabulkan tuntutan provisi karna itu merupakan sesuatu yang sangat mendesak
dan sesegera mungkin untuk ditangani, karna akan merugikan salah satu pihak,
karna pihak tersebut yang lebih tahu apakah dia dirugikan atau tidak.
Menurut saya setiap yang mengajukan
tuntutan provisionil seharusnya dikabulkan oleh hakim, karna itu merupakan hak
mereka untuk mendapatkan keadilan dan tidak dirugikan pihak lain, dan
seharusnya kebijakan diterima atau ditolaknya tuntutan provisionil harus
dibuatkan aturan sendiri dengan wajib dikabulkan dengan harus memenuhi
syarat-syarat, dan bukti yang kuat.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan yang sudah dibahas
diatas maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan dari penulisan Tugas
akhir ini yang mana ini merupakan inti dari pokok permasalahan di bahas dalam
Tugas Akhir ini.
1. Pada
umumnya tutntutan provisionil hanya diatur dalam Pasal 180 ayat (1) HIR/ Pasal
191 ayat (1) Rbg. Tapi sebenarnya sudah banyak sekali undang-undang, maupun
Yurisprudensi, surat edaran MA semuanya sudah membahas mengenai cara pengajuan
tuntutan Provisionil. Ada yang tersurat dan adapula yang tersirat.
2. Proses
pemeriksaan dan syarat-syarat pengajuan tuntutan provisionil tidak diatur dalam
hukum sendiri, tapi pemeriksaan dan syarat pengajuannya sama dengan pengajuan
surat gugatan ke pengadilan. Yang harus di ingat adalah harus memenuhi syarat
formalnya maupun materiilnya. Dan pengajuannya bersamaan dengan pengajuan surat
gugatan menurut data wawancara.
3. Upaya
hukumnya adalah sama dengan upaya hukum biasa yakni ketika tidak adanya
kepuasan terhadap putusan hakim, maka, yang merasa tidak puas mengajukan
banding ke Pengadilan Tinggi. Dan tuntutan provisinya juga di ajukan bersamaan
dengan banding pada pokok perkara, dan bahkan bisa sampai dengan PK. Yang
menjadi perbedaan disini adalah tutntutan provisionil diperiksa terlebih dahulu
dibandingkan dengan pokok perkara dan ini merupan tuntutan yang tidak termasuk
dalam pokok perkara.
B.
Saran
Saran
dari penulis mengenai tuntutan provisionil adalah:
1. Ketika
kita merasa dirugikan maka segera untuk mengajukan tuntutan provisionil, urusan
dikabulkan atau tidak merupakan urusan
belakang. Dan pengajuannya harus benar benar masalah yang sangat
mendesak, karna kemungkinan akan di kabulkan oleh hakim, kalau tidak akan
membuang-buang waktu saja.
2. Menurut
saya setiap yang mengajukan tuntutan provisionil seharusnya dikabulkan oleh
hakim, karna itu merupakan hak mereka untuk mendapatkan keadilan dan tidak
dirugikan pihak lain, dan seharusnya kebijakan diterima atau ditolaknya
tuntutan provisionil harus dibuatkan aturan sendiri dengan wajib dikabulkan
dengan harus memenuhi syarat-syarat, dan bukti yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
pasal 24 PP
Nomor 9 Tahun 1975 yang perdant bunyinya dengan ketentuan pasal 77 dan 78
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jis UU Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009.
Pasal
75 d dan pasal 137 RUU Hukum Acara Perdata.
Pasal
180 ayat (1) H.I.R/pasal 191 ayat (1) Rbg.
Reglement Indonesia yang Diperbaharui (Herziene
Indlandsch Reglement) Staatsblad Nomor 44 Tahun 1941
SEMA 4/1965, SEMA 16/1969, SEMA 3/1971, SEMA
3/1978, SEMA 3/2000, SEMA 4/2001.
Putusan MA RI No. 1070k /Sip / 1972, tgl. 7 Mei 1973.
Buku
Lilik
Mulyadi, Tuntutan Provisionil dalam Hukum
Acara Perdata pada Praktik Peradilan, Djambatan, Jakarta, 1996.
Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (dwagsom) dalam Hukum Acara Perdata,
Penerbit P.T
Alumni, Bandung, 2012.
Ny.
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Mandar Maju. Bandung.
2009.
Internet
http://zofyanthespiritoflife.blogspot.com/2013/12/arti-istilah-konvensi-rekonvensi.html.
http://www.pta-banjarmasin.go.id/index.php?content=mod_artikel&id=35
http://pn-kepanjen.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=111:putusan-provisionil-dan-penetapan-sementara&catid=23:artikel&Itemid=36
LAMPIRAN-LAMPIRAN
I.
Surat dari Direktu
Altri :No. 90/M/V/2014. Tanggal 08 Mei
2014.
II.
Surat Keterangan dari
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat:No. W10.U2.25. PMH.V.2014.05. tanggal 28 Mei 2014.
III.
Lembaran wawancara
instansi yang di kunjungi dengan Hakim PN Bogor pada tanggal 06 Juni 2014.
IV.
Putusan Pengadilan: No.
146/Pdt.G/2010/PN.JKT.PST.
[1] Lilik Mulyadi, Tuntutan
Provisionil dalam Hukum Acara Perdata pada Praktik Peradilan, Djambatan,
Jakarta, 1996, hal. 23
[2] Ibid. Hlm.24.
[3] Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa
(dwagsom) dalam Hukum Acara Perdata, Penerbit
P.T Alumni, Bandung, 2012, hlm. 82.
[4] http://www.pta-banjarmasin.go.id/index.php?content=mod_artikel&id=35
diakses tanggal 16 april
[5] Lilik Mulyadi, Tuntutan
Provisionil dan Uang Paksa (dwagsom) dalam Hukum Acara Perdata, Penerbit
P.T Alumni, Bandung, 2012 , hlm 89.
[6] Ibid, hlm 166.
[8] Lilik Mulyadi, Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (Dwangsom) dalam Hukum Acara
Perdata. Penerbit PT Alumni. Bandung. 2012. hlm. 117-118.
[11] Lilik Mulyadi, Tuntutan
Provisionil dalam Hukum Acara Perdata pada Praktik Peradilan, Djambatan,
Jakarta, 1996. Hlm.24.
[12] Ibid. Hlm. 65-74.
[13] Lilik Mulyadi, Tuntutan
Provisionil dan Uang Paksa (dwagsom) dalam Hukum Acara Perdata, Penerbit
P.T Alumni, Bandung, 2012. Hlm. 166.
[14] Ny. Retnowulan Sutantio dan
Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara
Perdata dalam Teori dan Praktek. Mandar Maju. Bandung. 2009. Hlm. 122.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar